Kebesaran Bangsa Yunani, Yahudi, dan Masehi Hanyalah Mitos
Menurut Roger Garaudy, kebesaran bangsa Yunani hanyalah hanyalah cerita sejarah yang dibuat karena ketidakpahaman. Hal yang sama juga tentang keunggulan bangsa Yahudi.
“Mitos keistimewaan Yunani hanya dapat terjadi karena kebodohan yang disengaja atau penolakan terhadap asal-usul dan sejarah kota Athena pada zaman Pericles. Mitos keistimewaan bangsa Yahudi juga disuburkan oleh kebodohan yang disengaja serta penolakan yang sama, ” tegas Garuady. (Roger Garaudy, Promesses de ‘Islam, Paris: 1981).
Dalam Al-Qur’an memang Allah Swt menyebutkan, bahwa bangsa Israel- sebagai asal-usul bangsa Yahudi- telah dilebihkan atas segala umat (QS. 2: 47). Ayat ini tidak menunjukkan bahwa bangsa Yahudi menjadi bangsa yang lebih luhur dibanding bangsa lain selama-lamanya.. Mereka yang dipuji Allah punya keluhuran adalah bangsa Yahudi pada masa Nabi Musa ‘alaihi al-salam (as).
Bangsa Yahudi menjadi unggul ketika mereka taat dan mengikuti ajaran Nabi Musa setelah dikejar dan dintimidasi oleh Fir’aun. Tapi, setelah mereka membangkang dan melakukan penyimpangan (tahrif), mereka dikutuk Allah. “Jadilah kamu kera yang hina, ” demikian firman-Nya pada Al-Baqarah: 65.
Inilah afirmasi Allah yang paling tegas kepada para pengkaji sejarah dan peradaban, bahwa bangsa Yahudi pasca Nabi Musa menjadi banga yang terhina, dicaci, dimusuhi dan diusir karena sikap dan perbuatannya yang menolak kebenaran dan rasis. Bangsa ini pada masa Hitler juga menjadi sasaran empuk.
Mitos yang dibesar-besarkan juga terjadi pada agama Kristen (Masehi), agama yang dianut hampir di semua negara benua Eropa, kendati benua ini tidak pernah melahirkan agama besar. Agama ini bermula di Antokia, Turki (Asia), kemudia menyebar di Isdkandaria, Mesir (Afrika).
Garaudy mengungkapkan, agama Masehi mengambil bahan dan tradisi Yahudi dan Yunani, negara tetangga terdekat Turki- dari hubungannya bangsa Timur. Selain itu, agama ini juga dipengaruhi oleh biksu-biksu Budha yang dikirim oleh Ashoka, seorang Maharaja India dari Dinasti Maurya (261 SM) sebelum lahirnya Nabi Isa as.
”Keturunan para biksu itu terdapat masyarakat Essena, dan mereka itu mempunyai pandangan-pandangan dan perilaku tang sangat mirip dengan panadangan serta perilkau masyarakat Gua Qumran atau masyarakat Injil Thomas yang ditemukan di Mesir, ” papar Garaudy, intelektual Muslim asal Perancis, yang pernah jadi atheis.
Sangat wajar bila kemudian Islam mengkritik peradaban, moral, dan keyakinan Yahudi, Kristen, dan tentunya Barat. Sebab, dalam pandangan Islam, kedua agama yang turut melahirkan peradaban Barat selama ini salah dan telah diselewengkan oleh para penganutnya.
Kendati kritik dan kebenaran Islam disampaikan ribuan tahun yang lalu oleh Nabi Muhmmad dan para sahabatnya, lalu dilanjutkan generasi sesudahnya, tetap saja mereka tidak terima.
Seorang pentolan orientalis William Montogomerry Watt dalam bukunya “Islamic Fundamentalism and Modernity, menyatakan, ayat-ayat Al-Qur’an yang menuduh bangsa Yahudi melakukan perubahan kitab sucinya merupakan tuduhan paling serius. ”Namun tidak ada kejelas dan apakah yang dimaksud perubahan di sini adalah perubahan pada teks atau hanya pada makna, ” papar Watt.
Tapi, lanjut dia, ketidakpastian ini tetap tidak mengurangi kemanjuran dan kebenaran teori Al-Qur’an itu dalam menghadang Yahudi dan Kristen berdebat atau berdialog dengan umat Islam mengenai dasar Bibel.
Sungguh aneh dan tidak ilmiah bila di kemudian hari mereka tetap megaku sebagai agama yang benar. Karena mengetahui agama mereka salah, maka agar mendapat pengakuan kebenaran dari yang lain (Islam) merekapun menyebarkan paham semua agama benar (plularisme agama).