KHADAM TAK BERKAITAN DG THAREKAT

Mengikuti Tharekat bukan sekadar karena iming-iming fadhilahnya. Namun yang pertama, yang paling penting adalah cara bagaimana mendekatkan diri kepada Allah. Yang kedua, bagaimana kita selalu dekat di sisi Allah SWT dan di sisi Baginda Nabi Muhammad SAW..Mempelajari ilmu tarekat bukan untuk menjadi seorang wali atau mendapatkan karamah. Lebih lebih mempelajari ilmu tarekat sekadar untuk memperoleh khadam.Karamah itu, bagi para kekasih Allah, tanpa diminta pun, Allah Taala akan memberinya. Itu bukan merupakan kebanggaan. Sekali lagi, itu bukan tuju¬an bagi para waliyullah. Kalau mereka diberi kelebihan yang luar biasa sebagainana di-anugerahkan kepada Syaikh Abdul Oadir Jailani, misalnya, itu semata-mata karena kekuasaan Allah. Bahkan mereka sebenarnya malu kepada Allah SWT apabila diberi ke¬lebihan yang luar biasa.

Guru2 tarekat, bila mendapatkan karamah, justru merasa malu kepada Allah SWT. Dia mawas diri, apakah pantas kalau menerima karamah dari Allah SWT? Karena itulah para guru tarekat justru takut mendapatkan karamah, sebab hal itu justru merupakan suatu bentuk ujian kepadanya.
cobaan berikutnya, bila termasyhur karena sebab karamahnya, dia akan sangat malu kepada Allah SWT. Karena kemasyhuran tarekat bukan menjadi tujuannya, kadang justru menjadi beban dan fitnah baginya. Makna fitnah ini bukan dari luar, sepertiorang memfrtnah dirinya. Namun yang ditakutkan justru fitnah yang datang dari dalam dirinya sendiri. Karena, dengan munculnya kemasyhuran namanya, akan timbul sifat egoisme, keakuan, atau annaniyah, selanjutnya mendorong dirinya bersifat sombong dan congkak, serta sifat yang kurang terpuji lainnya. Itulah sikap para auliya, yang bila mendapatkan karamah justru sangat khawatir bila menimpa dirinya sendiri, bukan malah berbangga bangga diri, atau mencari-cari.
Pada hakikatnya ilmu tarekat adalah pengamalan dari bentuk ihsan. Mampukah kita ketika bersujud kepada Allah seolah-olah kita melihatNya. Namun sulit hal demikian ini dilaksanakan bagi awam. Kalau tauhidnya tidak kuat, katakata "seolah-olah melihatNya" nanti bisa menimbulkan efek mengada-ada, Inilah yang sangat dikhawatirkan para guru tarekat terhadap murid-murid yang baru belajar

Ilmu tarekat,Kalau kita tidak mampu merasa seolah-olah melihatNya, kita merasa dilihat dan didengar oleh Yang Mahakuasa. Ini dulu, mampukah kita setiap hari mengamalkan sesuatu yang seolah-olah kita merasa dilihat dan didengar oleh Allah. Bila sikap ini tumbuh di setiap hati masing-masing pengamal tarekat, insyaAllah akan melahirkan sifat-sifat yang terpuji.

pertama:akan tumbuh sifat takut (khauf) kita kepada Allah, yang tujuannya akan menambah ketaqwaan kita kepada Allah. Kita akan mawas hati, muhasabbah, kita takut bila kita digolongkan sebagai orang yang merugi.

Kedua: akan menumbuhkan sifat raja', mengharap semata-mata kepada Allah, karena khauf tersebut

Ketiga: akan menumbuhkan kecintaan kepada Allah, dan kebenaran akan dipegang kuat Dalam arti benar hatinya, benar matanya, benar telinganya, benar tutur katanya, serta benar perilakunya.

Keempat: akan menumbuhkan, di antaranya, alhaya' (malu) kepada Allah. Dan karena cinta kepada Allah dan Rasulullah, kita akan malu kepada Allah dan RasulNya kalau berbuat yang bertentangan dengan perintahNya. Bagaimana kita tidak malu? Kita sudah mendapatkan keutamaan dari Yang Mahakuasa berupa nikmat keutamaan beriman dan berislam, dan melalui Baginda Nabi Muhammad SAW, bahwa kenikmatan iman dan islam merupakan kenikmatan yarig luar biasa dari Allah SWT. Maka, apabila keutamaan yang datang dari Allah malah kita pergunakan untuk hal yang tidak semestinya, akan tumbuh rasa malu kepada Allah dan RasulNya.
Wallahu A'lam

(Habib Lutfi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar