Dalam Al-Quran terdapat tiga surah yang diambil dari nama binatang kecil yakni semut (Al-Naml), laba-laba (Al-Ankabut) dan lebah (Al-Nahl). Setiap binatang ini ternyata menjadi tanda bagi manusia yang berpikir dan memaknai ayat-ayat yang tersirat dan tersurat yang diturunkan oleh Allah SWT.
Dengan bahasa yang sangat sederhana sebagai ciri khas dari Prof. Quraish Shihab, penjelasan tentang sifat dari ketiga binatang kecil ini terpaparkan dalam buku beliau yakni “kisah dan hikmah kehidupan”.
Kita awali dengan sifat seekor semut.
Semut menghimpun makanan sedikit demi sedikit tanpa henti-hentinya. Konon, binatang kecil ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun sedangkan usianya tidak lebih dari satu tahun saja. Kelobaannya sedemikian besar sehingga ia berusaha dan sering kali berhasil memikul sesuatu yang lebih besar daripada badannya meskipun sesuatu tersebut tidak berguna baginya. Teringat akan kisah tentang seorang yang sangat tamak akan harta kekayaan yakni Sa’laba.
Dalam surah Al-Naml antar lain diuraikan sikap Fir’aun juga Nabi Sulaiman yang memiliki kekuasaan yang tidak dimiliki oleh seorang manusia pun sebelum dan sesudahnya. Ada juga seorang kisah seorang raja wanita yang berusaha menyogok Nabi Sulaiman demi mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya.
Binatang kecil yang kedua adalah Laba-laba.
Sarang dari laba-laba ini adalah tempat yang paling rapuh, “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah paling lemah ialah rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui (QS 29:41)”, ia bukan tempat yang aman,apa pun yang berlindung di sana atau disergapnya akan binasa. Jangankan serangga yang tidak sejenis, jantannya pun setelah selesai berhubungan seks disergapnya untuk dimusnahkan oleh sang betina. Telur-telurnya yang menetas saling berdesakan hingga dapat saling memusnahkan. Demikianlah kata sebagian ahli. Sebuah gambaran yang sangat mengerikan dari sejenis binatang.
Binatang ketiga adalah Lebah.
Sarang seekor lebah berbentuk persegi enam bukan segi lima atau empat agar tidak terjadi pemborosan dalam lokasi. Penelitian oleh Harun Yahya dan telah di-film kan juga pernah membahas tentang sarang lebah.
Makanan lebah adalah kembang-kembang dan tidak seperti semut yang menumpuk-numpuk makanannya, lebah mengolah makanannya dan hasil olahannya adalah lilin dan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia. Lilin digunakan untuk penerang dan madu – Kata Al-Quran- dapat menjadi obat yang menyembuhkan. Lebah sangat disiplin, mengenal pembagian kerja, dan segala yang tidak berguna akan disingkirkan dari sarangnya. Lebah tidak mengganggu kecuali ada yang mengganggunya, bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.
Sikap hidup manusia seringkali diibaratkan dengan ketiga jenis binatang ini. Jelas ada manusia yang “berbudaya semut”, yakni menghimpun dan menumpuk harta (tanpa disesuaikan dengan kebutuhan) dan ilmu (tanpa mengolahnya). Budaya semut adalah “Budaya menumpuk” yang disuburkan oleh “Budaya Mumpung”. Tidak sedikit problem masyarakat bersumber dari budaya tersebut. Pemborosan adalah anak kandung dari budaya ini yang mengandung hadirnya benda-benda baru yang tidak dibutuhkan dan tersingkirnya benda-benda lama yang masih cukup indah dan bermanfaat untuk digunakan.
Tidak berbeda jauh dengan (budaya) laba-laba yang ada disekitar kita, mereka yang tidak lagi butuh berpikir apa, di mana, dan kapan ia makan, tetapi yang mereka pikirkan adalah “siapa yang akan mereka jadikan mangsa”. Apabila berguru pada laba-laba, kita akan mengandalkan kemampuan otak untuk mencukupi keperluan hidup. Cukup dengan memasang jaring, laba-laba akan mendapatkan hasil. Barangkali ini yang disebut kerja cerdas. Namun kerja cerdas tadi dapat menyeret pelaku untuk bermain siasat. Nah, tidak jarang korban siasat itu justru orang-orang yang setia membantu selama ini.
jika kita memilih lebah sebagai tipe ideal. Kita akan lebih berhati-hati dalam bekerja. Kita berusaha menempuh cara yang baik dan benar. Memang cara ini harus dilakukan dengan kerja keras. Ada banyak rintangan yang melintang. Godaan untuk menelikung pun sering muncul. Namun jika kita konsisten, hasil yang baik pasti diperoleh. Manfaatnya bisa dirasakan oleh diri sendiri dan orang lain.
Nabi Muhammad SAW mengibaratkan seorang Mukmin (semoga Allah menganugerahkan kami anak istri kami, kedua orang tua kami, keluarga kami serta saudara seiman kami sebagai orang mukmin yang bersifat seperti lebah, Amin) sebagai lebah, sesuatu yang tidak pernah merusak dan tidak pula menyakitkan: tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya.
Demikianlah gambaran dari ketiga sifat binatang kecil yang dijadikan nama surah dalam Al-Quran, Semoga Allah memperbaiki sifat-sifat kami, istri kami, anak-anak kami dan keluarga kami serta saudara kami seiman. Serta mengembalikan kami ke dalam jalur yang diridhoi oleh Allah SWT.
Di sadur dari buku “Kisah dan hikmah kehidupan” karangan Prof. DR. M. Quraish Shihab
Segala langkah,Ucapan,dan Perbuatan itu yang penting Ikhlas,Hatinya ditata yang benar, tidak pamrih apa-apa.(KH.Hamim Djazuli)
SAKIT DAN PENAWARNYA DALAM ISLAM
Sakit adalah perasaan yang tidak nyaman dalam diri kita.
Sakit bisa terasa terhadap fisik, psikis ataupun sosial. Syariatnya sakit fisik bisa terjadi karena penyakit yang disebabkan pola makan tidak teratur, makanan yang tidak cocok ataupun karena ketidak seimbangan dalam pola hidup.
Sakit psikis atau secara psikologi bisa terjadi karena adanya suatu permasalahan pada kondisi mental tidak siap menerima, misalnya seseorang yang baru terkena PHK (Putus Hubungan Kerja) atau karena hancurnya suatu usaha dan lain sebagainya. Sementara sakit social bisa timbul karena adanya penyakit hati seperti kecemburuan/iri, dengki, dendam, sombong dan lain sebagainya.
Terkadang juga penyakit sosial bisa menimbulkan psikis terganggu ataupun bahkan fisik menjadi sakit, begitu juga sebaliknya. Hakikatnya semuanya penyakit yang diderita oleh kita adalah karena atas kehendak Yang Maha Kuasa.
Sakit merupakan keputusan Allah, maka atas kasih sayang-Nya tidak ada suatu penyakitpun yang tidak ada obatnya, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Berobatlah kalian, maka sesungguhnya Allah SWT tidak mendatangkan penyakit kecuali mendatangkan juga obatnya, kecuali penyakit tua.” (HR. Tirmidzi).
“Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu akan sembuh.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Seringkali kita mendengar bahwa karena sakit yang berlebihan dan sulit diobati menjadikan seseorang berputus asa, bahkan adakalanya karena tersiksa oleh penderitaannya menjadikannya mengambil jalan pintas. Padahal Islam dengan tegas melarang hal yang demikian sebagaimana Allah berfirman :
“Katakanlah, hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az Zumar, QS 39 : 53).
Sesungguhnya jika Allah memberikan sesuatu kepada kita baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan tentulah ada maksudnya. Pemahamannya, bisa jadi sesuatu yang menyenangkan merupakan kabar buruk bagi kita dan sebaliknya sesuatu yang menyedihkan atau menyakitkan adalah kabar baik. Oleh karena itu apabila kita menyikapinya dengan pemahaman spiritual (agama), maka seberat-beratnya penyakit yang kita derita adalah seringan-ringannya kita dapat menarik sebanyak-banyaknya pahala kebaikan. Artinya di kala kita lelah berusaha mengatasi suatu penyakit dengan syariat medis yang tidak kunjung ada kebaikan, maka memasrahkan diri kepada Allah-lah adalah obatnya yang paling mujarab.
Pasrah dengan suatu keikhlasan akan menghadirkan ketenangan jiwa. Ketenangan jiwa adalah segala-galanya yang dapat menjadikan kekuatan sempurna dalam menghadapi masalah apapun.
Ketenangan jiwa mengandung kekuatan spiritual (kerohanian) yang dapat membangkitkan rasa percaya diri (self confident) dan rasa optimis, di mana kedua hal tersebut sangat diperlukan dalam proses penyembuhan suatu penyakit, tentunya disamping pengobatan secara medis. Itulah barangkali sebabnya, mengapa Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) yang sebelumnya tahun 1947 memberikan batasan sehat hanya dari 3 (tiga) aspek saja yakni sehat dalam arti fisik, psikologik dan social, maka sejak tahun 1984 batasan tersebut berubah dengan tambahan aspek spiritual (kerohanian), sehingga pengertian sehat seutuhnya menjadi sehat fisik, psikologik, social dan spiritual (bio-psiko-sosio-spiritual).
Dalam ajaran Islam, bila dikaji secara mendalam tuntunan ke arah pengertian sehat seutuhnya banyak tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an, di antaranya :
“Katakanlah : Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar (penyembuh) bagi orang-orang yang beriman.” (Fushshilat, QS 41 : 44).
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Al-Fajr, QS 89 : 27-30).
Dengan demikian, maka sebaik-baiknya obat penawar penderitaan yang juga bisa dikatakan sebagai pelengkap pengobatan secara medis adalah memasrahkan diri kepada Allah SWT dengan senantiasa mengingat-Nya serta berdo’a memohon pertolongan-Nya.
Tuntunan mengenai hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadis :
1.Hendaklan kita meningkatkan nilai keimanan sebagai pangkal kekuatan dengan meyakini bahwa penyakit yang kita hadapi adalah sebagai cobaan dan ujian keimanan dari Allah SWT, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan, penyakit, gangguan menumpuk pada dirinya (karena banyaknya) kecuali Allah hapuskan akan dosa-dosanya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
2. Hendaklah kita bersabar dalam menghadapinya serta tawakal menjalankan perintah-Nya, karena kesabaran dan tawakal dalam menerima cobaan merupakan kunci menuju ketenangan jiwa. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah, QS 2 : 153).
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az Zumar, QS 39 : 10).
3. Adakalanya orang yang ditimpa suatu penyakit, ia berkeluh kesah dengan menunjukan ketidak sabarannya serta tidak jarang berburuk sangka kepada Allah. Oleh karena itu, agar memperoleh kesembuhan hendaklah tetap berbaik sangka kepada Allah, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Aku senantiasa berada di samping hamba-Ku yang berbaik sangka dan Aku tetap bersamanya selama ia tetap ingat pada-Ku.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Andaipun karena suatu penyakit seseorang ditakdirkan untuk meninggal, maka hendaknya tetap berbaik sangka kepada Allah, karena kepada-Nya-lah kita semua kembali. Hal ini ditegaskan dalam sebuas Hadis Nabi :
“Janganlah ada seorangpun di antaramu yang meninggal, kecuali dalam keadaan berbaik sangka semata-mata hanya kepada Allah.” (HR.Muslim).
4.Hendaklah bertobat dan menyucikan diri dengan senantiasa memohon ampunan-Nya serta memperbanyak shadaqoh. Bertobat dan menyucikan diri adalah perbuatan mendekatkan diri kepada Allah yang sangat disukai oleh-Nya dan hal ini akan sangat berpengaruh kepada proses pengembalian kepercayaan diri. Sementara manfaat shadaqoh tidak hanya sebatas memberikan bantuan kepada yang diberi, melainkan bagi yang bershadaqah ada nilai penyembuhan. Tentang tobat dan menyucikan diri serta keharusan shadaqoh ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis nabi :
“…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah, QS 2 : 222).
“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Tobat, QS 9 : 103).
“Bersihkanlah hartamu dengan membayar zakatnya, sembuhkanlah penyakit-penyakitmu dengan bersedekah dan hadapi ujianmu dengan do’a.” (HR.Tabrani).
5. Hendaklah senantiasa mengingat Allah (berdzikir), karena dengan berdzikir akan menyerap energy positif , di mana hati dan pikiran akan menjadi bersih yang tentunya secara psikologis sangat berpengaruh positif kepada ketenangan jiwa.
Tentang hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi :
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, Zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan siang. Dia-lah yang member rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (Al-Ahzab, QS 33 : 41-43).
“Perumpamaan orang yang dzikir (ingat) kepada Tuhannya dengan orang yang tidak dzikir (ingat) kepada Tuhannya adalah bagaikan perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR.Bukhari).
Pengertian dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir seperti Al Asma’ul Husna (99 sifat Allah), akan tetapi juga meliputi segala bacaan dzikir baik dalam do’a, salat ataupun segala amalan kebaikan.
Kekuasaan Allah begitu luas, menentukan dan memutuskan sesuatu terjadi terhadap apa dan siapa yang dikehendaki-Nya. Bila sesuatu terjadi terhadap kehidupan kita, maka tak ada sesuatupun yang mampu melawannya selain hanya memohon pertolongan-Nya. Allah mendatangkan penyakit yang menyebabkan rasa sakit dan penderitaan, maka atas sebab-Nya-lah adanya kesembuhan. Sebagaimana dalam Al-Qur’an ditegaskan :
“Dan bila aku sakit Dia-lah yang menyembuhkan.” (Asy Syua’ara, QS 26 : 80).
Dengan demikian berdzikir dan berdo’a adalah obat yang paling mujarab dalam mengatasi segala penderitaan yang menimpa kita. (zaz/nov)
(faktapos.com)
Sakit bisa terasa terhadap fisik, psikis ataupun sosial. Syariatnya sakit fisik bisa terjadi karena penyakit yang disebabkan pola makan tidak teratur, makanan yang tidak cocok ataupun karena ketidak seimbangan dalam pola hidup.
Sakit psikis atau secara psikologi bisa terjadi karena adanya suatu permasalahan pada kondisi mental tidak siap menerima, misalnya seseorang yang baru terkena PHK (Putus Hubungan Kerja) atau karena hancurnya suatu usaha dan lain sebagainya. Sementara sakit social bisa timbul karena adanya penyakit hati seperti kecemburuan/iri, dengki, dendam, sombong dan lain sebagainya.
Terkadang juga penyakit sosial bisa menimbulkan psikis terganggu ataupun bahkan fisik menjadi sakit, begitu juga sebaliknya. Hakikatnya semuanya penyakit yang diderita oleh kita adalah karena atas kehendak Yang Maha Kuasa.
Sakit merupakan keputusan Allah, maka atas kasih sayang-Nya tidak ada suatu penyakitpun yang tidak ada obatnya, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Berobatlah kalian, maka sesungguhnya Allah SWT tidak mendatangkan penyakit kecuali mendatangkan juga obatnya, kecuali penyakit tua.” (HR. Tirmidzi).
“Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu akan sembuh.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Seringkali kita mendengar bahwa karena sakit yang berlebihan dan sulit diobati menjadikan seseorang berputus asa, bahkan adakalanya karena tersiksa oleh penderitaannya menjadikannya mengambil jalan pintas. Padahal Islam dengan tegas melarang hal yang demikian sebagaimana Allah berfirman :
“Katakanlah, hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az Zumar, QS 39 : 53).
Sesungguhnya jika Allah memberikan sesuatu kepada kita baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan tentulah ada maksudnya. Pemahamannya, bisa jadi sesuatu yang menyenangkan merupakan kabar buruk bagi kita dan sebaliknya sesuatu yang menyedihkan atau menyakitkan adalah kabar baik. Oleh karena itu apabila kita menyikapinya dengan pemahaman spiritual (agama), maka seberat-beratnya penyakit yang kita derita adalah seringan-ringannya kita dapat menarik sebanyak-banyaknya pahala kebaikan. Artinya di kala kita lelah berusaha mengatasi suatu penyakit dengan syariat medis yang tidak kunjung ada kebaikan, maka memasrahkan diri kepada Allah-lah adalah obatnya yang paling mujarab.
Pasrah dengan suatu keikhlasan akan menghadirkan ketenangan jiwa. Ketenangan jiwa adalah segala-galanya yang dapat menjadikan kekuatan sempurna dalam menghadapi masalah apapun.
Ketenangan jiwa mengandung kekuatan spiritual (kerohanian) yang dapat membangkitkan rasa percaya diri (self confident) dan rasa optimis, di mana kedua hal tersebut sangat diperlukan dalam proses penyembuhan suatu penyakit, tentunya disamping pengobatan secara medis. Itulah barangkali sebabnya, mengapa Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) yang sebelumnya tahun 1947 memberikan batasan sehat hanya dari 3 (tiga) aspek saja yakni sehat dalam arti fisik, psikologik dan social, maka sejak tahun 1984 batasan tersebut berubah dengan tambahan aspek spiritual (kerohanian), sehingga pengertian sehat seutuhnya menjadi sehat fisik, psikologik, social dan spiritual (bio-psiko-sosio-spiritual).
Dalam ajaran Islam, bila dikaji secara mendalam tuntunan ke arah pengertian sehat seutuhnya banyak tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an, di antaranya :
“Katakanlah : Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar (penyembuh) bagi orang-orang yang beriman.” (Fushshilat, QS 41 : 44).
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Al-Fajr, QS 89 : 27-30).
Dengan demikian, maka sebaik-baiknya obat penawar penderitaan yang juga bisa dikatakan sebagai pelengkap pengobatan secara medis adalah memasrahkan diri kepada Allah SWT dengan senantiasa mengingat-Nya serta berdo’a memohon pertolongan-Nya.
Tuntunan mengenai hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadis :
1.Hendaklan kita meningkatkan nilai keimanan sebagai pangkal kekuatan dengan meyakini bahwa penyakit yang kita hadapi adalah sebagai cobaan dan ujian keimanan dari Allah SWT, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan, penyakit, gangguan menumpuk pada dirinya (karena banyaknya) kecuali Allah hapuskan akan dosa-dosanya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
2. Hendaklah kita bersabar dalam menghadapinya serta tawakal menjalankan perintah-Nya, karena kesabaran dan tawakal dalam menerima cobaan merupakan kunci menuju ketenangan jiwa. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah, QS 2 : 153).
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az Zumar, QS 39 : 10).
3. Adakalanya orang yang ditimpa suatu penyakit, ia berkeluh kesah dengan menunjukan ketidak sabarannya serta tidak jarang berburuk sangka kepada Allah. Oleh karena itu, agar memperoleh kesembuhan hendaklah tetap berbaik sangka kepada Allah, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Aku senantiasa berada di samping hamba-Ku yang berbaik sangka dan Aku tetap bersamanya selama ia tetap ingat pada-Ku.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Andaipun karena suatu penyakit seseorang ditakdirkan untuk meninggal, maka hendaknya tetap berbaik sangka kepada Allah, karena kepada-Nya-lah kita semua kembali. Hal ini ditegaskan dalam sebuas Hadis Nabi :
“Janganlah ada seorangpun di antaramu yang meninggal, kecuali dalam keadaan berbaik sangka semata-mata hanya kepada Allah.” (HR.Muslim).
4.Hendaklah bertobat dan menyucikan diri dengan senantiasa memohon ampunan-Nya serta memperbanyak shadaqoh. Bertobat dan menyucikan diri adalah perbuatan mendekatkan diri kepada Allah yang sangat disukai oleh-Nya dan hal ini akan sangat berpengaruh kepada proses pengembalian kepercayaan diri. Sementara manfaat shadaqoh tidak hanya sebatas memberikan bantuan kepada yang diberi, melainkan bagi yang bershadaqah ada nilai penyembuhan. Tentang tobat dan menyucikan diri serta keharusan shadaqoh ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis nabi :
“…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah, QS 2 : 222).
“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Tobat, QS 9 : 103).
“Bersihkanlah hartamu dengan membayar zakatnya, sembuhkanlah penyakit-penyakitmu dengan bersedekah dan hadapi ujianmu dengan do’a.” (HR.Tabrani).
5. Hendaklah senantiasa mengingat Allah (berdzikir), karena dengan berdzikir akan menyerap energy positif , di mana hati dan pikiran akan menjadi bersih yang tentunya secara psikologis sangat berpengaruh positif kepada ketenangan jiwa.
Tentang hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi :
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, Zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan siang. Dia-lah yang member rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (Al-Ahzab, QS 33 : 41-43).
“Perumpamaan orang yang dzikir (ingat) kepada Tuhannya dengan orang yang tidak dzikir (ingat) kepada Tuhannya adalah bagaikan perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR.Bukhari).
Pengertian dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir seperti Al Asma’ul Husna (99 sifat Allah), akan tetapi juga meliputi segala bacaan dzikir baik dalam do’a, salat ataupun segala amalan kebaikan.
Kekuasaan Allah begitu luas, menentukan dan memutuskan sesuatu terjadi terhadap apa dan siapa yang dikehendaki-Nya. Bila sesuatu terjadi terhadap kehidupan kita, maka tak ada sesuatupun yang mampu melawannya selain hanya memohon pertolongan-Nya. Allah mendatangkan penyakit yang menyebabkan rasa sakit dan penderitaan, maka atas sebab-Nya-lah adanya kesembuhan. Sebagaimana dalam Al-Qur’an ditegaskan :
“Dan bila aku sakit Dia-lah yang menyembuhkan.” (Asy Syua’ara, QS 26 : 80).
Dengan demikian berdzikir dan berdo’a adalah obat yang paling mujarab dalam mengatasi segala penderitaan yang menimpa kita. (zaz/nov)
(faktapos.com)
LIMA CARA MEMPERLAKUKAN HATI
Hati memiliki kedudukan yang sangat penting. Baik dan buruknya seseorang sangat tergantung pada bagaimana keadaan hatinya, bila hatinya baik, maka baiklah orang itu dan bila hatinya buruk, buruklah orang itu. Rasulullah saw bersabda:
“Ingatlah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, baiklah anggota tubuh dan apabila ia buruk, buruk pulalah tubuh manusia. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu hati harus kita perlakukan dengan baik dalam kehidupan ini. Paling tidak ada empat hal yang harus kita perlakukan terhadap hati kita masing-masing.
1. Dibuka
Hati harus dibuka dan jangan sampai kita tutup. Yang menutup hati biasanya orang-orang kafir sehingga peringatan dan petunjuk tidak bisa masuk ke dalam hatinya, Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat” (QS Al-Baqarah [2]:6-7)
Karena itu ketika Umar bin Khattab menutup hatinya dari petunjuk ia menjadi kafir bahkan sangat membenci Rasulullah saw hingga bermaksud membunuhnya, namun ketika hati sudah dibuka dengan mudah petunjuk bisa masuk ke dalam hatinya yang membuatnya tidak hanya beriman tapi amat mencintai Rasulullah saw.
Hal yang amat berbahaya bila hati tertutup selain petunjuk dan nasihat tidak bisa masuk, keburukan yang ada di dalam hati juga tidak bisa keluar sehingga meskipun kita tahu bahwa itu buruk amat sulit bagi kita untuk mengeluarkan atau membuangnya.
Ibarat ruangan, bila kita buka pintu dan jendelanya, maka udara kotor bisa keluar dan udara bersih bisa masuk sehingga akan kita rasakan kesegaran jiwa. Berbagai bencana yang kita nilai dahsyat dalam kehidupan kita di dunia ini bisa kita pahami sebagai bentuk upaya menggedor hati manusia agar mau membukanya dan mengakui kebesaran Allah swt, namun ternyata hati yang tertutup rapat tetap saja tidak terbuka, mereka hanya mengatakan hal itu sebagai fenomena alam.
2. Dibersihkan.
Seperti halnya badan dan benda-benda, hati bisa mengalami kekotoran, namun kotornya hati bukanlah dengan debu, hati menjadi kotor bila padanya ada sifat-sifat yang menunjukkan kesukaannya kepada hal-hal yang bemilai dosa, padahal dosa seharusnya dibenci.
Oleh karena itu, bila dosa kita sukai apalagi sampai kita lakukan, maka jalan terbaik adalah bertaubat sehingga ia menjadi bersih kembali, Rasulullah saw bersabda: “Orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang yang tidak menyandang dosa” (HR. Thabrani).
Hati yang bersih akan membuat seseorang menjadi sangat sensitif terhadap dosa, karena dosa adalah kotoran “Dan janganlah engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS Asy Syu’araa [26]:87-89).
3. Dilembutkan
Kelembutan hati merupakan sesuatu yang amat penting untuk dimiliki, hal ini karena dengan hati yang lembut, hubungan dengan orang lain akan berlangsung dengan baik dan ia mudah menerima nilai-nilai kebenaran.
Kelembutan hati akan membuat kita meman-dang dan menyikapi orang lain dengan sudut pandang kasih sayang sehingga bila ada orang lain mengalami kesulitan hidup, ingin rasanya kita mengatasi persoalan hidupnya, ketika kita melihat orang susah, ingin sekali kita mudahkan, tegasnya kelembutan hati menjauhkan kita dari rasa benci kepada orang lain meskipun ia orang yang tidak baik, karena kitapun ingin memperbaiki orang yang belum baik.
Untuk bisa melembutkan hati, seorang muslim bisa melakukannya dengan banyak cara, diantaranya menyayangi anak yatim dan orang-orang miskin. Dalam satu hadits disebutkan:
“Seorang lelaki pernah datang kepada Rasulullah saw seraya melaporkan kekerasan hatinya, maka beliau menasihatinya: ‘Usaplah kepala anak yatim dan berilah makanan kepada orang miskin’ ” (HR. Ahmad).
Karena itu, amat disayangkan bila ada orang yang hatinya keras bagaikan batu sehingga sulit untuk diberi nasihat dan peringatan sebagaimana yang terjadi pada Bani Israil seperti yang disebutkan Allah swt dalam firman-Nya:
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]:74).
4. Disehatkan
Jasmani yang sehat membuat kita memiliki gairah dan semangat dalam menjalani kehidupan dan makanan yang lezat bisa kita nikmati. Namun bila jasmani sakit tidak ada gairah hidup dan makanan yang enaktidak antusias bagi kita untuk memakannya dan bila kita makanpun tidak kita rasakan kelezatannya.
Begitu pula halnya dengan hati, bila hati sakit kita tidak suka pada kebaikan dan kebenaran. Islam merupakan agama yang nikmat, namun bagi orang yang hatinya sakit tidak dirasakan kenikamatan menjalankan ajaran Islam kecuali sekadar menggugurkan kewajiban.
Hati yang sakit biasanya dimiliki oleh orang munafik, mereka nyatakan beriman tapi sekadar dilisan, mereka laksanakan kebaikan termasuk shalat tapi maksudnya adalah mendapatkan pujian orang, karena itu tidak mereka rasakan nikmatnya beribadah dan berbuat baik.
Allah swt berfirman: Diantara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yangberiman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orangyang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinyasendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (QS Al Baqarah [2]:8-10)
Karena itu, orang munafik akan mengalami penyesalan yang amat dalam disebabkan keburukan yang mereka sembunyikan di dalam hatinya, Allah swt berfirman: Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” (QS Al Maidah [5]:52)
5. Ditajamkan
Hati harus kita asah hingga menjadi seperti pisau yang tajam. Pisau yang tajam akan mudah memotong dan membelah sesuatu. Bila hati kita tajam akan mudah pula membedakan mana haq dan mana yang bathil, bahkan perintahpun tidak selalu harus disampaikan dengan kalimat perintah, dengan bahasa isyarat saja sudah cukup dipahami kalau hal itu merupakan perintah yang harus dilaksanakan.
Nabi Ibrahim dan Ismail as merupakan diantara contoh orang yang memiliki ketajaman hati sehingga perintah Allah swt untuk menyembelih Ismail cukup disampaikan melalui mimpi dan Ismail menangkap hal itu sebagai perintah ketika Nabi Ibrahim menceritakannya, padahal Nabi Ibrahim tidak menyatakan bahwa hal itu merupakan perintah dari Allah swt.
Untuk mendidik kita menjadi orang yang memiliki ketajaman hati, puasa merupakan salah satu caranya, karenanya pada waktu puasa, teguran orang lain kepada kita meskipun dengan bahasa isyarat kita sudah menyadari akan kesalahan yang kita lakukan.
Sumber: Khairu Ummah Edisi 25 Tahun XX Juni 2011
“Ingatlah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, baiklah anggota tubuh dan apabila ia buruk, buruk pulalah tubuh manusia. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu hati harus kita perlakukan dengan baik dalam kehidupan ini. Paling tidak ada empat hal yang harus kita perlakukan terhadap hati kita masing-masing.
1. Dibuka
Hati harus dibuka dan jangan sampai kita tutup. Yang menutup hati biasanya orang-orang kafir sehingga peringatan dan petunjuk tidak bisa masuk ke dalam hatinya, Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat” (QS Al-Baqarah [2]:6-7)
Karena itu ketika Umar bin Khattab menutup hatinya dari petunjuk ia menjadi kafir bahkan sangat membenci Rasulullah saw hingga bermaksud membunuhnya, namun ketika hati sudah dibuka dengan mudah petunjuk bisa masuk ke dalam hatinya yang membuatnya tidak hanya beriman tapi amat mencintai Rasulullah saw.
Hal yang amat berbahaya bila hati tertutup selain petunjuk dan nasihat tidak bisa masuk, keburukan yang ada di dalam hati juga tidak bisa keluar sehingga meskipun kita tahu bahwa itu buruk amat sulit bagi kita untuk mengeluarkan atau membuangnya.
Ibarat ruangan, bila kita buka pintu dan jendelanya, maka udara kotor bisa keluar dan udara bersih bisa masuk sehingga akan kita rasakan kesegaran jiwa. Berbagai bencana yang kita nilai dahsyat dalam kehidupan kita di dunia ini bisa kita pahami sebagai bentuk upaya menggedor hati manusia agar mau membukanya dan mengakui kebesaran Allah swt, namun ternyata hati yang tertutup rapat tetap saja tidak terbuka, mereka hanya mengatakan hal itu sebagai fenomena alam.
2. Dibersihkan.
Seperti halnya badan dan benda-benda, hati bisa mengalami kekotoran, namun kotornya hati bukanlah dengan debu, hati menjadi kotor bila padanya ada sifat-sifat yang menunjukkan kesukaannya kepada hal-hal yang bemilai dosa, padahal dosa seharusnya dibenci.
Oleh karena itu, bila dosa kita sukai apalagi sampai kita lakukan, maka jalan terbaik adalah bertaubat sehingga ia menjadi bersih kembali, Rasulullah saw bersabda: “Orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang yang tidak menyandang dosa” (HR. Thabrani).
Hati yang bersih akan membuat seseorang menjadi sangat sensitif terhadap dosa, karena dosa adalah kotoran “Dan janganlah engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS Asy Syu’araa [26]:87-89).
3. Dilembutkan
Kelembutan hati merupakan sesuatu yang amat penting untuk dimiliki, hal ini karena dengan hati yang lembut, hubungan dengan orang lain akan berlangsung dengan baik dan ia mudah menerima nilai-nilai kebenaran.
Kelembutan hati akan membuat kita meman-dang dan menyikapi orang lain dengan sudut pandang kasih sayang sehingga bila ada orang lain mengalami kesulitan hidup, ingin rasanya kita mengatasi persoalan hidupnya, ketika kita melihat orang susah, ingin sekali kita mudahkan, tegasnya kelembutan hati menjauhkan kita dari rasa benci kepada orang lain meskipun ia orang yang tidak baik, karena kitapun ingin memperbaiki orang yang belum baik.
Untuk bisa melembutkan hati, seorang muslim bisa melakukannya dengan banyak cara, diantaranya menyayangi anak yatim dan orang-orang miskin. Dalam satu hadits disebutkan:
“Seorang lelaki pernah datang kepada Rasulullah saw seraya melaporkan kekerasan hatinya, maka beliau menasihatinya: ‘Usaplah kepala anak yatim dan berilah makanan kepada orang miskin’ ” (HR. Ahmad).
Karena itu, amat disayangkan bila ada orang yang hatinya keras bagaikan batu sehingga sulit untuk diberi nasihat dan peringatan sebagaimana yang terjadi pada Bani Israil seperti yang disebutkan Allah swt dalam firman-Nya:
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]:74).
4. Disehatkan
Jasmani yang sehat membuat kita memiliki gairah dan semangat dalam menjalani kehidupan dan makanan yang lezat bisa kita nikmati. Namun bila jasmani sakit tidak ada gairah hidup dan makanan yang enaktidak antusias bagi kita untuk memakannya dan bila kita makanpun tidak kita rasakan kelezatannya.
Begitu pula halnya dengan hati, bila hati sakit kita tidak suka pada kebaikan dan kebenaran. Islam merupakan agama yang nikmat, namun bagi orang yang hatinya sakit tidak dirasakan kenikamatan menjalankan ajaran Islam kecuali sekadar menggugurkan kewajiban.
Hati yang sakit biasanya dimiliki oleh orang munafik, mereka nyatakan beriman tapi sekadar dilisan, mereka laksanakan kebaikan termasuk shalat tapi maksudnya adalah mendapatkan pujian orang, karena itu tidak mereka rasakan nikmatnya beribadah dan berbuat baik.
Allah swt berfirman: Diantara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yangberiman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orangyang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinyasendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (QS Al Baqarah [2]:8-10)
Karena itu, orang munafik akan mengalami penyesalan yang amat dalam disebabkan keburukan yang mereka sembunyikan di dalam hatinya, Allah swt berfirman: Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” (QS Al Maidah [5]:52)
5. Ditajamkan
Hati harus kita asah hingga menjadi seperti pisau yang tajam. Pisau yang tajam akan mudah memotong dan membelah sesuatu. Bila hati kita tajam akan mudah pula membedakan mana haq dan mana yang bathil, bahkan perintahpun tidak selalu harus disampaikan dengan kalimat perintah, dengan bahasa isyarat saja sudah cukup dipahami kalau hal itu merupakan perintah yang harus dilaksanakan.
Nabi Ibrahim dan Ismail as merupakan diantara contoh orang yang memiliki ketajaman hati sehingga perintah Allah swt untuk menyembelih Ismail cukup disampaikan melalui mimpi dan Ismail menangkap hal itu sebagai perintah ketika Nabi Ibrahim menceritakannya, padahal Nabi Ibrahim tidak menyatakan bahwa hal itu merupakan perintah dari Allah swt.
Untuk mendidik kita menjadi orang yang memiliki ketajaman hati, puasa merupakan salah satu caranya, karenanya pada waktu puasa, teguran orang lain kepada kita meskipun dengan bahasa isyarat kita sudah menyadari akan kesalahan yang kita lakukan.
Sumber: Khairu Ummah Edisi 25 Tahun XX Juni 2011
SUDAH KHUSUKKAH SHOLAT KITA
Salah seorang teman sejawat dokter menceritakan pengalamannya sewaktu mengerjakan sholat siang hari di rumahnya. Pada mulanya sholat berjalan adem ayem aman sentosa. Sampai akhirnya ada seekor ayam menerobos kamarnya dan bertengger di dekat makan siangnya yang rencananya mau disantap selepas sholat. Sholat yang tadinya dirasakan penuh hikmat kebijaksanaan, mulai berubah menjadi degup kekhawatiran.
Terjadi dilema ala buah simalakama. Pilihan antara mbatalin sholat buat ngusir ayam, atau sholat tetep diteruskan dengan resiko makan siangnya diembat dan dithotholi sang pithik. Akhirnya terbersit ide cemerlang melintas di benaknya. Jian, ngawur tenan.. sholat kok nyari ide. Apa itu idenya?
Saat rukuk, bacaan takbir biasa-biasa saja. Namun saat bangkit dari rukuk, bacaannya dibaca dengan kenceng dan sedikit membentak…. “Sssshhaaa…. mi’allohu liman hamidah..!!” Tak lupa kedua tangannya diangkat ke atas dengan lambaian tangan ala sabetannya Ki Dalang Oye Mantebh Sudarsono. Kontan saja si ayam kaget dan terbirit-birit lari sambil pethok-pethok. Si ayam minggat, dan teman sejawat tadi tetap bisa sholat. Tapi apakah khusyu’ ?? Embuh!! Yang jelas simbah jadi ngakak dengar cerita yang diragukan kebenarannya itu (ngakak.com)
Lain lagi dengan rekan sejawat yang sekarang dines di Malang. Pemuja Gus Dur ini anak emasnya pak Kyai satu Pondok di Jawa Timur. Gaya sholatnya agak beda dari kebanyakan orang. Kalo lagi sholat cepetnya minta ampun. Tak hanya kilat, bahkan kilat khusus. Simbah suka nanya, “Kok cepet temen rek kon olehe solat..??”
Dia jawab singkat, “Halah, malaikate wis apal… ha wong podho wingi..(nggabrul.com) “ …Wooo.. njaluk dijantur lambene…....
Memang kelihatannya banyak orang yang mulai melupakan kekhusyukan dalam sholat. Mau menjalani saja sudah syukur. Karena banyak juga yang gak mau menjalani dan meninggalkan sholat dengan alasan nyembah Allah itu banyak caranya, gak harus dengan sholat. Padahal yang ngomong itu muslim juga. Gak nyadar bahwa seorang yang menyembah Allah dengan cara yang dia karang sendiri itu sebenarnya dia sedang menyembah dirinya sendiri.
Imam Ghazali memberikan beberapa kiat agar sholat kita bisa khusyu’. Salah satunya adalah persiapan hati. Beberapa saat menjelang sholat, siapkan hati. Hadapkan hati pada Allah, dan kosongkan dari segala kesibukan yang melalaikan. Ini point paling penting. Coba simak lafadz adzan! Kalimat pertama adalah “ALLAHU AKBAR”. Artinya Allah Maha Besar. Maka saat itu, yang lain haruslah dianggap kecil. Segala sesuatu selain Allah adalah kecil, maka hanya Allah yang Maha Besar. Segala kesibukan apapun adalah kecil, yang Besar hanyalah Allah.
Dari sisi dzohir Imam Ghazali menyarankan agar saat sholat hendaknya dijauhkan dari pandangan yang mengganggu. Misalnya kain buat sholat, tempat sujud, baju, seyogyanya dihindarkan dari warna-warni gambar dan tulisan yang mengganggu. Ini susah. Lha sajadah mesjid saja diorek-orek dengan gambar yang macem-macem. Bahkan mesjidnya tak luput dari orek-orekan warna-warni dengan alasan seni. Belum lagi saat sholat jamaah, ada jamaah sholat yang memakai kaos bergambar dan bertulisan di punggungnya. Simbah pernah sholat di belakang mahasiswa yang pake kaos Dagadu, yang punggungnya ditulisi. Sialnya, isi tulisannya adalah kumpulan pisuhan Aseli Djogdja. Dari sejak “dengkulmu mlotrok” sampai “cangkemmu suwek” ada semua. Walah, sholat sinambi misuh-misuh ki… :((
Hal lain yang perlu dijaga adalah suara. Maka di saat ada orang sedang sholat, jangan mengangkat suara tinggi-tinggi. Mbikin bising, ribut-ribut atau gaduh. Herannya malah ada sebagian ibu-ibu ngrumpi di masjid di saat orang sedang sholat trus ditegur, malah njawab dengan kethus, “Eh situ kalo mau sholat ya sholat aja. Jangan dengerin kita-kita. Wong situnya yang gak khusyu kok kitanya disalahin!”
Dasar lambe sumur, asal nyobrot ya gitu itu. Simbah pernah usul, ibu-ibu model gitu dibledhosi mercon saja yang gedenya sak kempol. Jarak 5 meter lah. Begitu mbledos, lihat saja reaksi para simbok itu. Kalo protes tinggal bilang, “kalo mau ngrumpi ya ngrumpi aja. Jangan dengerin merconnya.. ntar malah kaget lho!!” Tapi usul simbah itu dianggep ekstrim plus berbau terorisme… :D Makanya gak pernah dijalani.
Kiat yang lain adalah memahami makna dari bacaan doa dan surat-surat yang dibaca. Ini membutuhkan pembelajaran. Agar diri kita tidak umak-umik, jopa-japu, hewes-hewes tapi gak paham maksudnya. Makanya yang namanya belajar itu seumur idup. Dikasih umur sewidak rolas, tapi al patekah gak mudeng maknane. Wah, muspro umure… gek wingi-wingi dho ngopo?? Kecuali memang baru mertobat dari mbegajul. Allah Maha Pemaap.
Yang jelas sholat khusyu itu perlu dilatih dg terus menerus. Bahkan latihan seumur hidup. Sambil terus berdoa, semoga diberi kekhusyu’an oleh Allah. Karena yang menguasai hati kita adalah Allah. Yang mbolak-mbalik hati kita juga Allah.
Wallahualam bisshowab
Terjadi dilema ala buah simalakama. Pilihan antara mbatalin sholat buat ngusir ayam, atau sholat tetep diteruskan dengan resiko makan siangnya diembat dan dithotholi sang pithik. Akhirnya terbersit ide cemerlang melintas di benaknya. Jian, ngawur tenan.. sholat kok nyari ide. Apa itu idenya?
Saat rukuk, bacaan takbir biasa-biasa saja. Namun saat bangkit dari rukuk, bacaannya dibaca dengan kenceng dan sedikit membentak…. “Sssshhaaa…. mi’allohu liman hamidah..!!” Tak lupa kedua tangannya diangkat ke atas dengan lambaian tangan ala sabetannya Ki Dalang Oye Mantebh Sudarsono. Kontan saja si ayam kaget dan terbirit-birit lari sambil pethok-pethok. Si ayam minggat, dan teman sejawat tadi tetap bisa sholat. Tapi apakah khusyu’ ?? Embuh!! Yang jelas simbah jadi ngakak dengar cerita yang diragukan kebenarannya itu (ngakak.com)
Lain lagi dengan rekan sejawat yang sekarang dines di Malang. Pemuja Gus Dur ini anak emasnya pak Kyai satu Pondok di Jawa Timur. Gaya sholatnya agak beda dari kebanyakan orang. Kalo lagi sholat cepetnya minta ampun. Tak hanya kilat, bahkan kilat khusus. Simbah suka nanya, “Kok cepet temen rek kon olehe solat..??”
Dia jawab singkat, “Halah, malaikate wis apal… ha wong podho wingi..(nggabrul.com) “ …Wooo.. njaluk dijantur lambene…....
Memang kelihatannya banyak orang yang mulai melupakan kekhusyukan dalam sholat. Mau menjalani saja sudah syukur. Karena banyak juga yang gak mau menjalani dan meninggalkan sholat dengan alasan nyembah Allah itu banyak caranya, gak harus dengan sholat. Padahal yang ngomong itu muslim juga. Gak nyadar bahwa seorang yang menyembah Allah dengan cara yang dia karang sendiri itu sebenarnya dia sedang menyembah dirinya sendiri.
Imam Ghazali memberikan beberapa kiat agar sholat kita bisa khusyu’. Salah satunya adalah persiapan hati. Beberapa saat menjelang sholat, siapkan hati. Hadapkan hati pada Allah, dan kosongkan dari segala kesibukan yang melalaikan. Ini point paling penting. Coba simak lafadz adzan! Kalimat pertama adalah “ALLAHU AKBAR”. Artinya Allah Maha Besar. Maka saat itu, yang lain haruslah dianggap kecil. Segala sesuatu selain Allah adalah kecil, maka hanya Allah yang Maha Besar. Segala kesibukan apapun adalah kecil, yang Besar hanyalah Allah.
Dari sisi dzohir Imam Ghazali menyarankan agar saat sholat hendaknya dijauhkan dari pandangan yang mengganggu. Misalnya kain buat sholat, tempat sujud, baju, seyogyanya dihindarkan dari warna-warni gambar dan tulisan yang mengganggu. Ini susah. Lha sajadah mesjid saja diorek-orek dengan gambar yang macem-macem. Bahkan mesjidnya tak luput dari orek-orekan warna-warni dengan alasan seni. Belum lagi saat sholat jamaah, ada jamaah sholat yang memakai kaos bergambar dan bertulisan di punggungnya. Simbah pernah sholat di belakang mahasiswa yang pake kaos Dagadu, yang punggungnya ditulisi. Sialnya, isi tulisannya adalah kumpulan pisuhan Aseli Djogdja. Dari sejak “dengkulmu mlotrok” sampai “cangkemmu suwek” ada semua. Walah, sholat sinambi misuh-misuh ki… :((
Hal lain yang perlu dijaga adalah suara. Maka di saat ada orang sedang sholat, jangan mengangkat suara tinggi-tinggi. Mbikin bising, ribut-ribut atau gaduh. Herannya malah ada sebagian ibu-ibu ngrumpi di masjid di saat orang sedang sholat trus ditegur, malah njawab dengan kethus, “Eh situ kalo mau sholat ya sholat aja. Jangan dengerin kita-kita. Wong situnya yang gak khusyu kok kitanya disalahin!”
Dasar lambe sumur, asal nyobrot ya gitu itu. Simbah pernah usul, ibu-ibu model gitu dibledhosi mercon saja yang gedenya sak kempol. Jarak 5 meter lah. Begitu mbledos, lihat saja reaksi para simbok itu. Kalo protes tinggal bilang, “kalo mau ngrumpi ya ngrumpi aja. Jangan dengerin merconnya.. ntar malah kaget lho!!” Tapi usul simbah itu dianggep ekstrim plus berbau terorisme… :D Makanya gak pernah dijalani.
Kiat yang lain adalah memahami makna dari bacaan doa dan surat-surat yang dibaca. Ini membutuhkan pembelajaran. Agar diri kita tidak umak-umik, jopa-japu, hewes-hewes tapi gak paham maksudnya. Makanya yang namanya belajar itu seumur idup. Dikasih umur sewidak rolas, tapi al patekah gak mudeng maknane. Wah, muspro umure… gek wingi-wingi dho ngopo?? Kecuali memang baru mertobat dari mbegajul. Allah Maha Pemaap.
Yang jelas sholat khusyu itu perlu dilatih dg terus menerus. Bahkan latihan seumur hidup. Sambil terus berdoa, semoga diberi kekhusyu’an oleh Allah. Karena yang menguasai hati kita adalah Allah. Yang mbolak-mbalik hati kita juga Allah.
Wallahualam bisshowab
Bagaimana Kita harus Menyentuh Hati
Betapa senang jika kita punya banyak teman. Betapa gembira jika perkataan dan perintah kita diikuti orang lain. Ternyata kuncinya ada pada suasana qalbu kita. Sehingga Rasulullah saw. mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hati yang bersih. Sebagaimana sabda beliau;
اَلاَ اِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَة اِذا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُهُ وَاِذا فَسَدَتْ فَسَدَالجَسَدُ كُلُهُ اَلاَ وَهِيَ القَلْبُ (روه البخاري ومسلم)
“Ketahuilah bahwa sesunggunhynya dalam jasad itu terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya, ketahuilah bahwa ia adalah hati (qalbu).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sungguh beruntung bagi siapapun wabilkhusus aktifis dakwah , yang mampu menata qolbunya menjadi hati yang baik, bening, jernih, bersih, dan selamat (صَلَحَتْ ).
Sungguh berbahagia dan mengesankan bagi siapapun sekiranya memiliki qolbu yang tertata, terpelihara, dan terawat dengan sebaik-baiknya. Karena selain senantiasa merasakan kelapangan, ketenangan, ketenteraman, kesejukan, dan indahnya hidup di dunia ini, pancaran kebeningan hati pun akan tersemburat pula dari indahnya setiap aktivitas yang dilakukan (صَلَحَ الجَسَدُ كُلُهُ) .
Betapa tidak, orang yang hatinya tertata dengan baik, wajahnya akan jauh lebih jernih, bagai embun menggelayut di ujung dedaunan di pagi hari yang cerah, lalu terpancari sejuknya sinar mentari pagi; jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Tidak berlebihan jika setiap orang akan merasa nikmat menatap pemilik wajah yang cerah, ceria, penuh sungging senyuman tulus seperti ini.
Begitu pula ketika berkata, kata-katanya akan bersih dari melukai, jauh dari kata-kata yang menyombongkan diri, terlebih lagi ia terpelihara dari kata-kata riya. Subhanallah!. Setiap butir kata yang keluar dari lisannya, yang telah tertata dengan baik ini, akan terasa sarat dengan hikmah, sarat dengan makna, dan sarat akan manfaat. Tutur katanya bernash dan berharga. Inilah buah dari gelegak keinginan di lubuk hatinya yang paling dalam untuk senantiasa membahagiakan orang lain.
Hati yang bersih merupakan buah dari amal yang diperbuat seseorang. Bakr bin Abdullah Al-Muzanni, seorang tabi’in mengungkapan akan hal ini seperti dalam penuturannya;
“إذَا وَجَدْتَ مِنْ إِخْوَانِكَ جَفَاءً، فَتُبْ إلىَ اللهِ فَإِنَّكَ أَحْدَثْتَ ذَنْبًا،
وَإِذَا وَجَدْتَ مِنْهُمْ زِيَادَةَ وُدٍّ، فَذَلِكَ لِطَاعَةٍ أَحْدَثْتَهَا فَاشْكُرِ اللهَ تعالى
Jika kalian mendapati pada saudaramu kekeringan, maka segeralah bertaubat kepada Allah, karena sesungguhnya itu merupakan akibat dari dosa yang ia kerjakan. Dan apabila kalian mendapati dari mereka bertambah kasih sayang, yang demikian itu merupakan buah dari ketaatan, maka bersyukurlah kepada Allah.
Orang yang bersih hati, akal pikirannya pun akan jauh lebih jernih. Baginya tidak ada waktu untuk berpikir jelek. Apalagi berpikir untuk menzhalimi orang lain, sama sekali tidak terlintas dibenaknya. Waktu baginya sangat berharga. Mana mungkin sesuatu yang berharga digunakan untuk hal-hal yang tidak berharga? Sungguh suatu kebodohan yang tidak terkira. Karenanya dalam menjalani setiap waktu yang dilaluinya ia pusatkan segala kemampuannya untuk menyelesaikan setiap tugas hidupnya. Tak berlebihan jika orang yang bersih hati seperti ini akan lebih mudah memahami setiap permasalahan, lebih mudah menyerap aneka ilmu pengetahuan, dan lebih cerdas dalam melakukan beragam kreativitas pemikiran. Bersih hati ternyata telah membuahkan aneka solusi optimal dari kemampuan akal pikirannya. Subhanallah!
Kesehatan tubuh pun terpancari pula oleh kebeningan hati, buah dari kemampuannya menata qolbu. Detak jantung menjadi terpelihara, tekanan darah terjaga, ketegangan berkurang, dan kondisi diri yang senantiasa diliputi kedamaian. Tak berlebihan jika tubuh pun menjadi lebih sehat, lebih segar, dan lebih fit. Tentu saja tubuh yang sehat dan segar seperti ini akan jauh lebih memungkinkan untuk berbuat banyak kepada umat.
Tarnyata hati yang bersih, sangat banyak manfaatnya. Apalagi kita sebagai aktifis dakwah. Aktifis dakwah yang telah tertata hatinya adalah aktifis yang telah berhasil merintis tapak demi tapak jalan ke arah kebaikan. Tidak mengherankan ketika ia menjalin hubungan dengan sesama manusia pun menjadi sesuatu yang teramat mengesankan. Hati yang bersih akan mampu menaklukan hati orang lain dan itulah wasilah dakwah kita sebelum kita menaklukan hati orang lain. Abbas As-sisi mengatakan Abbas:
كَسْبُ الْقُلُوبُ مُقَدَّم على كَسْبِ العُقُولِ
”Menaklukan hati lebih didahulukan sebelum menaklukan akalnya.”
Hati yang bersih, ibarat magnet yang dapat menarik benda-benda di sekitarnya. Akan terpancar darinya akhlak yang indah mempesona, rendah hati, dan penuh dengan kesantunan. Siapapun yang berjumpa dengannya akan merasakan kesan yang mendalam, siapapun yang bertemu dengannya akan memperoleh aneka manfaat kebaikan, bahkan ketika berpisah sekalipun, orang seperti ini menjadi buah kenangan yang tak mudah dilupakan. Dan tentunya bagi seorang aktifis dakwah, hati yang bersih merupakan modal untuk dapat menaklukan hati-hati manusia untuk diajak ke jalan yang benar yang kemudian digiring bersama-sama untuk berjuang di jalan Allah swt.
Penting bagi setiap aktifis dakwah untuk mentadabburi hadits Rasul saw. berikut ini;
الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ .) رواه البخاري ومسلم(
”Ruh-ruh itu bagaikan prajurit yang selalu bersiap siaga. Maka siapa yang mengenalnya ia akan bersatu dan jika tidak mengenalnya akan berpecah.” (HR. Bukhori Muslim)
Subhanallah!, lebih dari semua itu, kebersihan hati pun ternyata dapat membuat hubungan dengan Allah swt. menjadi luar biasa membawa manfaat. Dengan berbekal keyakinan yang mendalam, mengingat dan menyebut-Nya setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, membuat hatinya menjadi tenang dan tenteram. Konsekuensinya, dia pun menjadi lebih akrab dengan Allah, ibadahnya lebih terasa nikmat dan lezat. Begitu pula doa-doanya menjadi luar biasa mustajab. Mustajabnya doa tentu akan menjadi solusi bagi persoalan-persoalan hidup yang dihadapinya. Dan yang paling luar biasa adalah karunia perjumpaan dengan Allah Azza wa Jalla di akhirat kelak, Allahu Akbar. Allahu a’lam
( dakwatuna.)
اَلاَ اِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَة اِذا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُهُ وَاِذا فَسَدَتْ فَسَدَالجَسَدُ كُلُهُ اَلاَ وَهِيَ القَلْبُ (روه البخاري ومسلم)
“Ketahuilah bahwa sesunggunhynya dalam jasad itu terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya, ketahuilah bahwa ia adalah hati (qalbu).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sungguh beruntung bagi siapapun wabilkhusus aktifis dakwah , yang mampu menata qolbunya menjadi hati yang baik, bening, jernih, bersih, dan selamat (صَلَحَتْ ).
Sungguh berbahagia dan mengesankan bagi siapapun sekiranya memiliki qolbu yang tertata, terpelihara, dan terawat dengan sebaik-baiknya. Karena selain senantiasa merasakan kelapangan, ketenangan, ketenteraman, kesejukan, dan indahnya hidup di dunia ini, pancaran kebeningan hati pun akan tersemburat pula dari indahnya setiap aktivitas yang dilakukan (صَلَحَ الجَسَدُ كُلُهُ) .
Betapa tidak, orang yang hatinya tertata dengan baik, wajahnya akan jauh lebih jernih, bagai embun menggelayut di ujung dedaunan di pagi hari yang cerah, lalu terpancari sejuknya sinar mentari pagi; jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Tidak berlebihan jika setiap orang akan merasa nikmat menatap pemilik wajah yang cerah, ceria, penuh sungging senyuman tulus seperti ini.
Begitu pula ketika berkata, kata-katanya akan bersih dari melukai, jauh dari kata-kata yang menyombongkan diri, terlebih lagi ia terpelihara dari kata-kata riya. Subhanallah!. Setiap butir kata yang keluar dari lisannya, yang telah tertata dengan baik ini, akan terasa sarat dengan hikmah, sarat dengan makna, dan sarat akan manfaat. Tutur katanya bernash dan berharga. Inilah buah dari gelegak keinginan di lubuk hatinya yang paling dalam untuk senantiasa membahagiakan orang lain.
Hati yang bersih merupakan buah dari amal yang diperbuat seseorang. Bakr bin Abdullah Al-Muzanni, seorang tabi’in mengungkapan akan hal ini seperti dalam penuturannya;
“إذَا وَجَدْتَ مِنْ إِخْوَانِكَ جَفَاءً، فَتُبْ إلىَ اللهِ فَإِنَّكَ أَحْدَثْتَ ذَنْبًا،
وَإِذَا وَجَدْتَ مِنْهُمْ زِيَادَةَ وُدٍّ، فَذَلِكَ لِطَاعَةٍ أَحْدَثْتَهَا فَاشْكُرِ اللهَ تعالى
Jika kalian mendapati pada saudaramu kekeringan, maka segeralah bertaubat kepada Allah, karena sesungguhnya itu merupakan akibat dari dosa yang ia kerjakan. Dan apabila kalian mendapati dari mereka bertambah kasih sayang, yang demikian itu merupakan buah dari ketaatan, maka bersyukurlah kepada Allah.
Orang yang bersih hati, akal pikirannya pun akan jauh lebih jernih. Baginya tidak ada waktu untuk berpikir jelek. Apalagi berpikir untuk menzhalimi orang lain, sama sekali tidak terlintas dibenaknya. Waktu baginya sangat berharga. Mana mungkin sesuatu yang berharga digunakan untuk hal-hal yang tidak berharga? Sungguh suatu kebodohan yang tidak terkira. Karenanya dalam menjalani setiap waktu yang dilaluinya ia pusatkan segala kemampuannya untuk menyelesaikan setiap tugas hidupnya. Tak berlebihan jika orang yang bersih hati seperti ini akan lebih mudah memahami setiap permasalahan, lebih mudah menyerap aneka ilmu pengetahuan, dan lebih cerdas dalam melakukan beragam kreativitas pemikiran. Bersih hati ternyata telah membuahkan aneka solusi optimal dari kemampuan akal pikirannya. Subhanallah!
Kesehatan tubuh pun terpancari pula oleh kebeningan hati, buah dari kemampuannya menata qolbu. Detak jantung menjadi terpelihara, tekanan darah terjaga, ketegangan berkurang, dan kondisi diri yang senantiasa diliputi kedamaian. Tak berlebihan jika tubuh pun menjadi lebih sehat, lebih segar, dan lebih fit. Tentu saja tubuh yang sehat dan segar seperti ini akan jauh lebih memungkinkan untuk berbuat banyak kepada umat.
Tarnyata hati yang bersih, sangat banyak manfaatnya. Apalagi kita sebagai aktifis dakwah. Aktifis dakwah yang telah tertata hatinya adalah aktifis yang telah berhasil merintis tapak demi tapak jalan ke arah kebaikan. Tidak mengherankan ketika ia menjalin hubungan dengan sesama manusia pun menjadi sesuatu yang teramat mengesankan. Hati yang bersih akan mampu menaklukan hati orang lain dan itulah wasilah dakwah kita sebelum kita menaklukan hati orang lain. Abbas As-sisi mengatakan Abbas:
كَسْبُ الْقُلُوبُ مُقَدَّم على كَسْبِ العُقُولِ
”Menaklukan hati lebih didahulukan sebelum menaklukan akalnya.”
Hati yang bersih, ibarat magnet yang dapat menarik benda-benda di sekitarnya. Akan terpancar darinya akhlak yang indah mempesona, rendah hati, dan penuh dengan kesantunan. Siapapun yang berjumpa dengannya akan merasakan kesan yang mendalam, siapapun yang bertemu dengannya akan memperoleh aneka manfaat kebaikan, bahkan ketika berpisah sekalipun, orang seperti ini menjadi buah kenangan yang tak mudah dilupakan. Dan tentunya bagi seorang aktifis dakwah, hati yang bersih merupakan modal untuk dapat menaklukan hati-hati manusia untuk diajak ke jalan yang benar yang kemudian digiring bersama-sama untuk berjuang di jalan Allah swt.
Penting bagi setiap aktifis dakwah untuk mentadabburi hadits Rasul saw. berikut ini;
الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ .) رواه البخاري ومسلم(
”Ruh-ruh itu bagaikan prajurit yang selalu bersiap siaga. Maka siapa yang mengenalnya ia akan bersatu dan jika tidak mengenalnya akan berpecah.” (HR. Bukhori Muslim)
Subhanallah!, lebih dari semua itu, kebersihan hati pun ternyata dapat membuat hubungan dengan Allah swt. menjadi luar biasa membawa manfaat. Dengan berbekal keyakinan yang mendalam, mengingat dan menyebut-Nya setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, membuat hatinya menjadi tenang dan tenteram. Konsekuensinya, dia pun menjadi lebih akrab dengan Allah, ibadahnya lebih terasa nikmat dan lezat. Begitu pula doa-doanya menjadi luar biasa mustajab. Mustajabnya doa tentu akan menjadi solusi bagi persoalan-persoalan hidup yang dihadapinya. Dan yang paling luar biasa adalah karunia perjumpaan dengan Allah Azza wa Jalla di akhirat kelak, Allahu Akbar. Allahu a’lam
( dakwatuna.)
BIARKANLAH HATI YG MENJAWAB
Seorang bertanya kepada gurunya yang mulia, “Kebanyakan orang mengatakan bahwa saya ini orang yang baik, maka bagaimana saya bisa tahu bahwa saya benar-benar orang baik?”
Sang guru pun berkata: “Nampakkanlah sikap dan perilaku yang selama ini kamu sembunyikan di hadapan orang-orang baik. Jika mereka merasa senang, maka itu pertanda bahwa engkau adalah orang baik. Sebaliknya jika mereka merasa tidak senang, maka itu adalah pertanda bahwa engkau bukan orang baik.”
Rasulullah SAW telah menjelaskan kepada para sahabatnya bahwa, “Kebajikan itu adalah baiknya budi pekerti dan dosa itu apa-apa yang meragu-ragukan dalam jiwamu dan engkau tidak suka dilihat orang lain dalam melakukan hal itu”. Bahkan dalam hadis lain disebutkan bahwa sesungguhnya dari apa yang telah didapat oleh manusia dari kata-kata kenabian yang pertama adalah, “Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.”
Ketika sahabat lain bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ‘kebaikan', beliau pun bersabda, “Mintalah fatwa dari hatimu”. “Kebaikan itu adalah apa-apa yang tentram jiwa padanya dan tentram pula hati padanya. Dan dosa itu adalah adalah apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa padamu dan mereka membenarkannya”.
Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan ilham berupa potensi di dalam jiwa manusia serta hidayah untuk dapat membedakan dan memilih jalan keburukan (kefasikan) dan kebaikan (ketakwaan) sebagai wujud dari kesempurnaan ciptaan-Nya.
“Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), maka Allah mengilhamkan ke dalam jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan” (QS 91:7-8).
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)” (QS 90: 10).
Dan Allah SWT telah berfirman pula di dalam Alquran mulia, “Hanya pada Tuhanmu sajalah hari itu tempat kembali. Pada hari itu akan diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya, dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya” (QS 75: 12-15).
Tujuan utama dari ibadah puasa, sebagaimana digariskan oleh Allah SWT (QS 2: 183), adalah agar kita bertakwa atau bertambah takwa. Selain penghapusan kesalahan dan pengampunan dosa, takwa membuahkan furqan.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS Al-Anfal(8): 29).
Dalam bahasa lugas furqan berarti kriteria, pembeda antara kebenaran dan kebatilan.Menurut ulama tafsir, di dalamnya terkandung makna ketegaran jiwa (tsabatul qulub), kejernihan mata hati (quwwatul-bashaair), dan petunjuk terbaik (husnul hidayah).
Ibadah puasa melatih manusia untuk bersikap tegar dalam menyikapi dan menghadapi berbagai kenyataan, permasalahan, kesulitan dan tekanan hidup. Puasa melatih manusia untuk berani berkata tidak untuk semua hal yang tidak disukai Allah SWT, apalagi yang dilarangnya. Selain melatih ketajaman “mata” (sight) untuk menangkap berbagai fakta puasa juga melatih kejernihan “mata hati dan pikiran” (insight) membaca apa yang ada di balik fakta. Dalam Insight terkandung kemampuan untuk secara jernih dan intuitif melihat keadaan dari suatu situasi yang kompleks (perspectiveness) serta kemampuan untuk memahami dan menemukan solusi secara mandiri (self-awareness). Puasa membebaskan manusia dari "bussines as usual" sehingga dapat lebih peka menangkap sinyal-sinyal Ilahi.
Puasa dengan tujuan takwa mengasah ketajaman mata, hati, pikiran dan kesadaran kita untuk membedakan kebenaran dan kebatilan. Dengan furqan (kriteria), kita dapat mengambil keputusan dan tindakan terbaik dengan tegar sesuai kriteria dan petunjuk Allah SWT. Kepada Allah SWT kita berlindung dari hati yang menutup diri terhadap pancaran cahaya Ilahi. Kepada Zat Yang Maha Kuasa Membolak-balikkan hati, kita memohon agar dapat melihat kebenaran sebagai kebenaran, melihat kebatilan sebagai kebatilan, di manapun, sampai kapanpun.
Oleh Abi Muhammad Ismail Halim
Sang guru pun berkata: “Nampakkanlah sikap dan perilaku yang selama ini kamu sembunyikan di hadapan orang-orang baik. Jika mereka merasa senang, maka itu pertanda bahwa engkau adalah orang baik. Sebaliknya jika mereka merasa tidak senang, maka itu adalah pertanda bahwa engkau bukan orang baik.”
Rasulullah SAW telah menjelaskan kepada para sahabatnya bahwa, “Kebajikan itu adalah baiknya budi pekerti dan dosa itu apa-apa yang meragu-ragukan dalam jiwamu dan engkau tidak suka dilihat orang lain dalam melakukan hal itu”. Bahkan dalam hadis lain disebutkan bahwa sesungguhnya dari apa yang telah didapat oleh manusia dari kata-kata kenabian yang pertama adalah, “Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.”
Ketika sahabat lain bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ‘kebaikan', beliau pun bersabda, “Mintalah fatwa dari hatimu”. “Kebaikan itu adalah apa-apa yang tentram jiwa padanya dan tentram pula hati padanya. Dan dosa itu adalah adalah apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa padamu dan mereka membenarkannya”.
Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan ilham berupa potensi di dalam jiwa manusia serta hidayah untuk dapat membedakan dan memilih jalan keburukan (kefasikan) dan kebaikan (ketakwaan) sebagai wujud dari kesempurnaan ciptaan-Nya.
“Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), maka Allah mengilhamkan ke dalam jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan” (QS 91:7-8).
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)” (QS 90: 10).
Dan Allah SWT telah berfirman pula di dalam Alquran mulia, “Hanya pada Tuhanmu sajalah hari itu tempat kembali. Pada hari itu akan diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya, dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya” (QS 75: 12-15).
Tujuan utama dari ibadah puasa, sebagaimana digariskan oleh Allah SWT (QS 2: 183), adalah agar kita bertakwa atau bertambah takwa. Selain penghapusan kesalahan dan pengampunan dosa, takwa membuahkan furqan.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS Al-Anfal(8): 29).
Dalam bahasa lugas furqan berarti kriteria, pembeda antara kebenaran dan kebatilan.Menurut ulama tafsir, di dalamnya terkandung makna ketegaran jiwa (tsabatul qulub), kejernihan mata hati (quwwatul-bashaair), dan petunjuk terbaik (husnul hidayah).
Ibadah puasa melatih manusia untuk bersikap tegar dalam menyikapi dan menghadapi berbagai kenyataan, permasalahan, kesulitan dan tekanan hidup. Puasa melatih manusia untuk berani berkata tidak untuk semua hal yang tidak disukai Allah SWT, apalagi yang dilarangnya. Selain melatih ketajaman “mata” (sight) untuk menangkap berbagai fakta puasa juga melatih kejernihan “mata hati dan pikiran” (insight) membaca apa yang ada di balik fakta. Dalam Insight terkandung kemampuan untuk secara jernih dan intuitif melihat keadaan dari suatu situasi yang kompleks (perspectiveness) serta kemampuan untuk memahami dan menemukan solusi secara mandiri (self-awareness). Puasa membebaskan manusia dari "bussines as usual" sehingga dapat lebih peka menangkap sinyal-sinyal Ilahi.
Puasa dengan tujuan takwa mengasah ketajaman mata, hati, pikiran dan kesadaran kita untuk membedakan kebenaran dan kebatilan. Dengan furqan (kriteria), kita dapat mengambil keputusan dan tindakan terbaik dengan tegar sesuai kriteria dan petunjuk Allah SWT. Kepada Allah SWT kita berlindung dari hati yang menutup diri terhadap pancaran cahaya Ilahi. Kepada Zat Yang Maha Kuasa Membolak-balikkan hati, kita memohon agar dapat melihat kebenaran sebagai kebenaran, melihat kebatilan sebagai kebatilan, di manapun, sampai kapanpun.
Oleh Abi Muhammad Ismail Halim
BAHAYA KENCING DG BERDIRI
Adab2 buang air:
1. Dianjurkan Bagi Orang yang Akan Masuk WC Membaca Do'a. "Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari syaitan laki-laki dan syaitan perempuan." Hal ini didasarkan pada riwayat dari Ali r.a. bahwa Nabi SAW bersabda, "Pembatas antara jin dengan aurat Bani Adam manakala seorang di antara mereka masuk ke WC, adalah agar ia mengucapkan bismillah." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 3611, Tirmidzi II:59 no: 603 dan ini lafadzbaginya Ibnu Majah I: 109 no:297 dengan lafadz IDZA DAKHLAL KANIF (Apabila kamu masuk jamban) sebagai ganti dari IDZAA DAKHALAL KHALAM). Dan hadits Anas r.a. yang berbunyi, "AdalahRasulullah SAW apabila masuk ke dalam WC mengucapkan, "Allahumma inni a'uudzubika minal khubutsi wal khabaits." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari 1:242 no:142, Muslim I:283 no.375, Aunul Ma'bud I:21 no.4, Ibnu Majah I: 109 no. 298, Tirmidzi I: 7 no. an-Nasa'i I:20).
2. Apabila Keluar dari WC dianjurkan Mengucapkan, "Ghufraanak" (Ya, Allah aku Mohon Ampunan-Mu). Berdasarkan Hadits Aisyah r.a. yang berkata, "Adalah Nabi SAW apabila keluar dari WC mengucapkan: "Ghufraanak" (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no:4714, 'Aunul Ma'bud I:52 no: 30 Tirmidzi I;7 no: 7, dan Ibnu Majah I: 110 no: 300)
3. Dianjurkan Mendahulukan Kaki Kiri Ketika Akan Masuk WC dan Kaki Kanan Ketika Akan Keluar, Karena yang Sebelah Kanan Biasa digunakan Untuk Hal-hal yang Mulia, Sedangkan yang Kiri Biasa digunakan Untuk Urusan Yang Tidak Mulia, dan Telah Ada Sejumlah Riwayat yang Keseluruhannya Menunjukkan Kepada Pengertian ini. (Lihat as-Sailul Jarrar I:64).
4. Ketika Akan Buang Air Kecil Ataupun Air Besar di tempat Terbuka dianjurkan Menjauh Hingga Tidak Terlihat Orang. Dari Jabir r.a. ia berkata, "Kami pernah keluar, musafir bersama Rasulullah SAW, dan beliau tidak membuang air besar sebelum beliau menjauh sampai tidak terlihat orang lain." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 268, Ibnu Majah I:121 no: 335. 'Aunul Ma'bud I:19 no:2 dengan redaksi sedikit berbeda).
5. Dianjurkan Tidak Mengganti Pakaiannya Sebelum Hampir Mendekat ke Tanah. Dari Ibnu Umar ra, bahwa Nabi SAW apabila hendak buang hajat, tidak mengangkat pakaiannya sebelum hampir mendekat ke tanah." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no:465,2 'Aunul Ma'bud I:31 no:14, dan Tirmidzi I:11 no:14 dari hadits Anas).
6. Tidak Boleh Menghadap ke Arah Kiblat dan Tidak Pula Membelakanginya, Baik di Tempat Terbuka ataupun di Dalam Ruang Tertutup. Dari Abu Ayyub al-Anshari r.a., dari Nabi SAW beliau, bersabda, "Apabila kamu akan buang air besar atau air kecil, maka janganlah kamu menghadap ke arah kiblat dan jangan (pula) membelakanginya, tetapi menghadaplah ke arah Timur atau ke arah Barat." (Shahih: Mukhtashar Muslim no:109 dan Shahih Abu Daud no:7) Abu Ayyub al-Anshari ra berkata, "Kami pernah datang ke negeri Syam, lalu kami dapati banyak WC yang dibangun menghadap ke arah Kiblat, maka kami berpaling darinya seraya memohon maghfirah (ampunan) kepada Allah Ta'ala." (Kisah ini diriwayatkan Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari I:498 no:394. Muslim I:224 no:264dan Tirmidzi I:8 no:8).
7. Haram Buang Hajat Pada Jalan Umum ataudi Tempat Berteduh. Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda, "Waspadalah terhadap dua hal yang menyebabkan terlaknat." Para sahabat bertanya, 'Apa dua hal yang menyebabkan terlaknat itu ya Rasulullah?' Maka jawab beliau, 'Yaitu orang yang buangbajat pada jalan umum atau di tempat berteduh.'" (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no:110, 'Aunul Ma'bud I:47 no:25 Muslim I:226 no:269).
8. Makruh Bagi Seseorang Kencing di TempatPemandiannya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Riwayat dari Humaid al-Himyani berkata: Saya pernah bertemu dengan seorang laki-laki yang bersahabat karib dengan NabiSAW sebagaimana persahabatannya Abu Hurairah dengan Beliau, Ia berkata,"Rasulullah SAW pernah mencegah seorang di antara kami menyisir (rambutnya) setiap hari, atau kencing di tempat pemandiannya," (Shahih: Shahih Nasa'i I:232, Nasa'i I: 130 dan 'Aunul Ma'bud I:50 No:28)
9. Haram kencing di air yang tidak mengalir. Dari Jabir, Nabi bahwa Beliau SAW telah mencegah (kita) kencing di air yang tergenang. (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghirno:6814, Muslim I:235 no:281, Nasa'i I:34). 10. Boleh kencing berdiri, namun yang afdhal duduk. Dari Hudhaifah r.a. bahwa (tatkala) Nabi SAW di tempat pembuangan sampah suatu kaum, beliau kencing dengan berdiri, kemudian aku hendak menghindar darinya, lalu Rasulullah bersabda (kepadaku), "Mendekatlah kesini!" Kemudian aku mendekat sampai aku berdiri di belakangnya, lalu beliau berwudhu' dan mengusap bagian khufnya." (Muslim I:228 no: 273, Tirmidzi I:11 no:13, Fathul Bari I:329no:225 Nasa'i 1:19 'Aunul Ma'bud I:44 no:23, Ibnu Majah I:111 no:305).
Jadi kencing dengan duduk lebih afdhal daripada berdiri!!!
karena berdasarkan cara kencingnya Nabi SAW sambil duduk hingga Aisyah r.a. menegaskan, "Barangsiapa yang menyampaikan kepada kamu sekalian bahwa Rasulullah SAW (pernah) kencing berdiri, maka janganlah kamu percaya kepadanya: Rasulullah tidak pernah kencing, kecuali dalam keadaan duduk." (Shahih: Shahih Nasa'i no:29 Nasa'i I:26, Tirmidzi I:10 no:12 dengan lafadz ILLAA QAA'IDAN "kecuali dalam keadaan duduk"), Pernyataan Aisyah r.a. ini tidak menafikan riwayat yang melalui Huzhaifah itu, karena Ummul Mukminin menginformasikan apa yang ia lihat, sedangkan Huzhaifah menyampaikan apa yang dia lihat juga. Dan sudah kita maklumi, bahwa sebuah khabar yang menetapkan sesuatu harus diutamakan (didahulukan) daripada yang menafikan, karena yang menetapkan memiliki pengetahuan yang lebih daripada yang menafikan. 11. Wajib membersihkan diri dari kencing. Dari Ibnu Abbas ra bahwa, Nabi SAW pernahmelewati dua kuburan lalu bersabda, "Sesungguhnya, kedua penghuninya benar-benar diadzab, keduanya diadzab bukan karena dosa besar. Adapun salah satu dari keduanya (diadzab) karena tidak bersuci dari kencingnya: adapun yang kedua karena selalu berupaya mengadu domba antar manusia." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari I: 317 no:216, Muslim 1:240 no:292, Tirmidzi I:47 no:70 'Aunul Ma'bud I:40 no:20,dan Nasa'i I:28). 12. Ketika kencing atau intinja tidak boleh memegang kemaluan dengan tangan kanan. Dari Abu Qatadah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seorang di antara kamu kencing maka janganlah memegang dzakarnya dengan tangan kanannya dan jangan (pula) beristinja dengannya." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:250, Ibnu Majah 1:113 no: 310 dengan redaksi ini, Fathul Bari I:254 no:154, Muslim I:225 no:267, 'Aunul Ma'bud I:53 no:34, Tirmidzi I:12 no:15, Nasa'i 1:25 dengan redaksi yang panjang dan juga yang singkat). 13. Boleh istinja dengan air atau batu dan yang semisal dengannya, namun yang afdhal dengan menggunakan air. Dari Anas ra berkata, "Rasulullah SAW masuk ke WC, lalu saya dan seorang pemuda yang sepantar dengan saya membawa setimba air dan sebatang tongkat, maka Rasulullah beristinja dengan air." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari I:252 no:152, Muslim I:227 no:271. Nasa'i I:42 namun tanpa kata, "Sebatang tongkat.") Dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila seorang di antara kamu akan pergiuntuk buang hajat maka pergilah dengan membawa tiga buah baru, lalu bersucilah dengannya; karena sesungguhnya tiga buah batu itu cukup baginya." (Shahih: Shahih Nasa'i no:43 dan Nasa'i I:42 serta 'Aunul Ma'bud I:61 no:40) Dari beberapa hadist di atas kita tahu bagaimana buang air seni dengan benar dan sesuai aturan : • Di tempat tertutup (wc/kamar mandi) & jangan lupa berdoa dulu. • Jangan menghadap kiblat atau membelakanginya. • Selalu membersihkannya. • Jangan berdiri. • Jangan bersentuhan menggunakan tangan kanan. • Jangan kencing sembarang tempat. • Jangan sampai terkena percikan air seni. Trus apasih efek kencing sambil berdiri dari sisi kesehatan : • Air akan terpercik kemana-mana. • Saat kita jongkok sempurna seperti saat buang air besar, kandung kemih kita akan tertekan dan semua air seni kita akan keluar dari tubuh tanpa bersisa & usahakan batuk-batuk kecil agar lebih tertekan lagi kandung kemih kita dan tidak bersisa lagi air seni kita. • Saat kita buang air seni dengan jongkok biasanya di ikuti kita buang gas (membuang sisa metabolisme lagi dan jarang sekali terjadi saat buang air seni dengan berdiri). • Saat kita buang air seni dengan berdiri kandung kemih kita tidak tertekan sehingga air seni masih tertinggal sebagian dalam tubuh, bayangkan kotoran tubuh (sisa metabolisme) yang seharusnya keluar tubuh ada dalam tubuh kita dan itu sudah berlangsung lama sesuai umur kita pasti akan menimbulkan berbagai macam penyakit . • Ketika kita selesai buang air seni dengan berdiri lalu kita melakukan aktivitas yang menekan kandung kemih (duduk, jongkok) air seni yang tersisa dalam kandung kemih akan keluar sendiri tanpa kita sadari jadi kita sudah terkena najis tanpa kita sadari, so gimana ibadah kita (sholat misalnya). Jadi mulai sekarang mari kita benahi cara buang air seni kita, sehinga tercegah dari berbagai penyakit dan dapat pahalaNya. Kalau menemukan WC/kamarmandi jangan buang air seni di tempat yang berdiri, selain air akan terpercik di baju akan memperlihatkan aurat kita walaupun cuma sedikit. Tetap semangat fmandan, silahkan buktikan pasti da perubahan dalam tubuh Anda yang langsung dapat dirasakan. Walaupun masalah buang air seni sambil berdiri ini masih menjadi perdebatan di kalangan Ulama, namun hasilnya masih haram dan makruh. Jadi gak da salahnya kita coba pahami akibat buruk dari buang air seni sambil berdiri.
Wallahu a'lam..........^_^
1. Dianjurkan Bagi Orang yang Akan Masuk WC Membaca Do'a. "Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari syaitan laki-laki dan syaitan perempuan." Hal ini didasarkan pada riwayat dari Ali r.a. bahwa Nabi SAW bersabda, "Pembatas antara jin dengan aurat Bani Adam manakala seorang di antara mereka masuk ke WC, adalah agar ia mengucapkan bismillah." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 3611, Tirmidzi II:59 no: 603 dan ini lafadzbaginya Ibnu Majah I: 109 no:297 dengan lafadz IDZA DAKHLAL KANIF (Apabila kamu masuk jamban) sebagai ganti dari IDZAA DAKHALAL KHALAM). Dan hadits Anas r.a. yang berbunyi, "AdalahRasulullah SAW apabila masuk ke dalam WC mengucapkan, "Allahumma inni a'uudzubika minal khubutsi wal khabaits." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari 1:242 no:142, Muslim I:283 no.375, Aunul Ma'bud I:21 no.4, Ibnu Majah I: 109 no. 298, Tirmidzi I: 7 no. an-Nasa'i I:20).
2. Apabila Keluar dari WC dianjurkan Mengucapkan, "Ghufraanak" (Ya, Allah aku Mohon Ampunan-Mu). Berdasarkan Hadits Aisyah r.a. yang berkata, "Adalah Nabi SAW apabila keluar dari WC mengucapkan: "Ghufraanak" (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no:4714, 'Aunul Ma'bud I:52 no: 30 Tirmidzi I;7 no: 7, dan Ibnu Majah I: 110 no: 300)
3. Dianjurkan Mendahulukan Kaki Kiri Ketika Akan Masuk WC dan Kaki Kanan Ketika Akan Keluar, Karena yang Sebelah Kanan Biasa digunakan Untuk Hal-hal yang Mulia, Sedangkan yang Kiri Biasa digunakan Untuk Urusan Yang Tidak Mulia, dan Telah Ada Sejumlah Riwayat yang Keseluruhannya Menunjukkan Kepada Pengertian ini. (Lihat as-Sailul Jarrar I:64).
4. Ketika Akan Buang Air Kecil Ataupun Air Besar di tempat Terbuka dianjurkan Menjauh Hingga Tidak Terlihat Orang. Dari Jabir r.a. ia berkata, "Kami pernah keluar, musafir bersama Rasulullah SAW, dan beliau tidak membuang air besar sebelum beliau menjauh sampai tidak terlihat orang lain." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 268, Ibnu Majah I:121 no: 335. 'Aunul Ma'bud I:19 no:2 dengan redaksi sedikit berbeda).
5. Dianjurkan Tidak Mengganti Pakaiannya Sebelum Hampir Mendekat ke Tanah. Dari Ibnu Umar ra, bahwa Nabi SAW apabila hendak buang hajat, tidak mengangkat pakaiannya sebelum hampir mendekat ke tanah." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no:465,2 'Aunul Ma'bud I:31 no:14, dan Tirmidzi I:11 no:14 dari hadits Anas).
6. Tidak Boleh Menghadap ke Arah Kiblat dan Tidak Pula Membelakanginya, Baik di Tempat Terbuka ataupun di Dalam Ruang Tertutup. Dari Abu Ayyub al-Anshari r.a., dari Nabi SAW beliau, bersabda, "Apabila kamu akan buang air besar atau air kecil, maka janganlah kamu menghadap ke arah kiblat dan jangan (pula) membelakanginya, tetapi menghadaplah ke arah Timur atau ke arah Barat." (Shahih: Mukhtashar Muslim no:109 dan Shahih Abu Daud no:7) Abu Ayyub al-Anshari ra berkata, "Kami pernah datang ke negeri Syam, lalu kami dapati banyak WC yang dibangun menghadap ke arah Kiblat, maka kami berpaling darinya seraya memohon maghfirah (ampunan) kepada Allah Ta'ala." (Kisah ini diriwayatkan Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari I:498 no:394. Muslim I:224 no:264dan Tirmidzi I:8 no:8).
7. Haram Buang Hajat Pada Jalan Umum ataudi Tempat Berteduh. Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda, "Waspadalah terhadap dua hal yang menyebabkan terlaknat." Para sahabat bertanya, 'Apa dua hal yang menyebabkan terlaknat itu ya Rasulullah?' Maka jawab beliau, 'Yaitu orang yang buangbajat pada jalan umum atau di tempat berteduh.'" (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no:110, 'Aunul Ma'bud I:47 no:25 Muslim I:226 no:269).
8. Makruh Bagi Seseorang Kencing di TempatPemandiannya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Riwayat dari Humaid al-Himyani berkata: Saya pernah bertemu dengan seorang laki-laki yang bersahabat karib dengan NabiSAW sebagaimana persahabatannya Abu Hurairah dengan Beliau, Ia berkata,"Rasulullah SAW pernah mencegah seorang di antara kami menyisir (rambutnya) setiap hari, atau kencing di tempat pemandiannya," (Shahih: Shahih Nasa'i I:232, Nasa'i I: 130 dan 'Aunul Ma'bud I:50 No:28)
9. Haram kencing di air yang tidak mengalir. Dari Jabir, Nabi bahwa Beliau SAW telah mencegah (kita) kencing di air yang tergenang. (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghirno:6814, Muslim I:235 no:281, Nasa'i I:34). 10. Boleh kencing berdiri, namun yang afdhal duduk. Dari Hudhaifah r.a. bahwa (tatkala) Nabi SAW di tempat pembuangan sampah suatu kaum, beliau kencing dengan berdiri, kemudian aku hendak menghindar darinya, lalu Rasulullah bersabda (kepadaku), "Mendekatlah kesini!" Kemudian aku mendekat sampai aku berdiri di belakangnya, lalu beliau berwudhu' dan mengusap bagian khufnya." (Muslim I:228 no: 273, Tirmidzi I:11 no:13, Fathul Bari I:329no:225 Nasa'i 1:19 'Aunul Ma'bud I:44 no:23, Ibnu Majah I:111 no:305).
Jadi kencing dengan duduk lebih afdhal daripada berdiri!!!
karena berdasarkan cara kencingnya Nabi SAW sambil duduk hingga Aisyah r.a. menegaskan, "Barangsiapa yang menyampaikan kepada kamu sekalian bahwa Rasulullah SAW (pernah) kencing berdiri, maka janganlah kamu percaya kepadanya: Rasulullah tidak pernah kencing, kecuali dalam keadaan duduk." (Shahih: Shahih Nasa'i no:29 Nasa'i I:26, Tirmidzi I:10 no:12 dengan lafadz ILLAA QAA'IDAN "kecuali dalam keadaan duduk"), Pernyataan Aisyah r.a. ini tidak menafikan riwayat yang melalui Huzhaifah itu, karena Ummul Mukminin menginformasikan apa yang ia lihat, sedangkan Huzhaifah menyampaikan apa yang dia lihat juga. Dan sudah kita maklumi, bahwa sebuah khabar yang menetapkan sesuatu harus diutamakan (didahulukan) daripada yang menafikan, karena yang menetapkan memiliki pengetahuan yang lebih daripada yang menafikan. 11. Wajib membersihkan diri dari kencing. Dari Ibnu Abbas ra bahwa, Nabi SAW pernahmelewati dua kuburan lalu bersabda, "Sesungguhnya, kedua penghuninya benar-benar diadzab, keduanya diadzab bukan karena dosa besar. Adapun salah satu dari keduanya (diadzab) karena tidak bersuci dari kencingnya: adapun yang kedua karena selalu berupaya mengadu domba antar manusia." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari I: 317 no:216, Muslim 1:240 no:292, Tirmidzi I:47 no:70 'Aunul Ma'bud I:40 no:20,dan Nasa'i I:28). 12. Ketika kencing atau intinja tidak boleh memegang kemaluan dengan tangan kanan. Dari Abu Qatadah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seorang di antara kamu kencing maka janganlah memegang dzakarnya dengan tangan kanannya dan jangan (pula) beristinja dengannya." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:250, Ibnu Majah 1:113 no: 310 dengan redaksi ini, Fathul Bari I:254 no:154, Muslim I:225 no:267, 'Aunul Ma'bud I:53 no:34, Tirmidzi I:12 no:15, Nasa'i 1:25 dengan redaksi yang panjang dan juga yang singkat). 13. Boleh istinja dengan air atau batu dan yang semisal dengannya, namun yang afdhal dengan menggunakan air. Dari Anas ra berkata, "Rasulullah SAW masuk ke WC, lalu saya dan seorang pemuda yang sepantar dengan saya membawa setimba air dan sebatang tongkat, maka Rasulullah beristinja dengan air." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari I:252 no:152, Muslim I:227 no:271. Nasa'i I:42 namun tanpa kata, "Sebatang tongkat.") Dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila seorang di antara kamu akan pergiuntuk buang hajat maka pergilah dengan membawa tiga buah baru, lalu bersucilah dengannya; karena sesungguhnya tiga buah batu itu cukup baginya." (Shahih: Shahih Nasa'i no:43 dan Nasa'i I:42 serta 'Aunul Ma'bud I:61 no:40) Dari beberapa hadist di atas kita tahu bagaimana buang air seni dengan benar dan sesuai aturan : • Di tempat tertutup (wc/kamar mandi) & jangan lupa berdoa dulu. • Jangan menghadap kiblat atau membelakanginya. • Selalu membersihkannya. • Jangan berdiri. • Jangan bersentuhan menggunakan tangan kanan. • Jangan kencing sembarang tempat. • Jangan sampai terkena percikan air seni. Trus apasih efek kencing sambil berdiri dari sisi kesehatan : • Air akan terpercik kemana-mana. • Saat kita jongkok sempurna seperti saat buang air besar, kandung kemih kita akan tertekan dan semua air seni kita akan keluar dari tubuh tanpa bersisa & usahakan batuk-batuk kecil agar lebih tertekan lagi kandung kemih kita dan tidak bersisa lagi air seni kita. • Saat kita buang air seni dengan jongkok biasanya di ikuti kita buang gas (membuang sisa metabolisme lagi dan jarang sekali terjadi saat buang air seni dengan berdiri). • Saat kita buang air seni dengan berdiri kandung kemih kita tidak tertekan sehingga air seni masih tertinggal sebagian dalam tubuh, bayangkan kotoran tubuh (sisa metabolisme) yang seharusnya keluar tubuh ada dalam tubuh kita dan itu sudah berlangsung lama sesuai umur kita pasti akan menimbulkan berbagai macam penyakit . • Ketika kita selesai buang air seni dengan berdiri lalu kita melakukan aktivitas yang menekan kandung kemih (duduk, jongkok) air seni yang tersisa dalam kandung kemih akan keluar sendiri tanpa kita sadari jadi kita sudah terkena najis tanpa kita sadari, so gimana ibadah kita (sholat misalnya). Jadi mulai sekarang mari kita benahi cara buang air seni kita, sehinga tercegah dari berbagai penyakit dan dapat pahalaNya. Kalau menemukan WC/kamarmandi jangan buang air seni di tempat yang berdiri, selain air akan terpercik di baju akan memperlihatkan aurat kita walaupun cuma sedikit. Tetap semangat fmandan, silahkan buktikan pasti da perubahan dalam tubuh Anda yang langsung dapat dirasakan. Walaupun masalah buang air seni sambil berdiri ini masih menjadi perdebatan di kalangan Ulama, namun hasilnya masih haram dan makruh. Jadi gak da salahnya kita coba pahami akibat buruk dari buang air seni sambil berdiri.
Wallahu a'lam..........^_^
Umar dengan Umur
Umar bin Khattab (581-644) adalah khalifah yang telah membentangkan pengaruh Islam di sejumlah wilayah yang berada di luar Arab Saudi. Di masanya, Mesopotamia, sebagian Persia, Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara, dan Armenia, jatuh ke dalam kekuasaan Islam.
Kekuatan sebagai pemimpin sangat luar biasa, hadir berkat tempaan sang pemimpin agung, Muhammad Rasulullah SAW. Namun, dibalik kesuksesannnya sebagai pemimpin negara, Umar tetaplah seorang pribadi yang sangat sederhana.
Suatu hari, anak laki-laki Umar bin Khattab pulang sambil menangis. Sebabnya, anak sang khalifah itu selalu diejek teman-temannya karena bajunya jelek dan robek. Umar lalu menghiburnya. Berganti hari, ejekan teman-temannya itu terjadi lagi, dan sang anak pun pulang dengan menangis.
Setelah terjadi beberapa kali, rasa ibanya sebagai ayah mulai tumbuh. Tak cukup nasihat, anak itu meminta dibelikan baju baru. Tapi, dari mana uangnya? Umar bingung, gajinya sebagai khalifah tidak cukup untuk membeli baju baru. Setelah berpikir, ia pun punya ide. Umar menyurati baitul mal (bendahara negara).
Isi surat itu, (kira-kira bunyinya begini): "Kepada Kepala Baitul Mal, dari Khalifah Umar. Aku bermaksud meminjam uang untuk membeli baju buat anakku yang sudah robek. Untuk pembayarannya, potong saja gajiku sebagai khalifah setiap bulan. Semoga Allah merahmati kita semua."
Mendapati surat dari sang Khalifah Umar, kepala baitul mal pun memberikan surat balasan. Bunyinya, kurang lebih begini: "Wahai Amirul Mukminin, surat Anda sudah kami terima, dan kami maklum dengan isinya. Engkau mengajukan pinjaman, dan pembayarannya agar dipotong dari gaji engkau sebagai khalifah setiap bulan. Tetapi, sebelum pengajuan itu kami penuhi, tolong jawab dulu pertanyaan ini, dari mana engkau yakin bahwa besok engkau masih hidup?"
Membaca balasan surat itu, bergetarlah hati Umar. Tubuhnya seakan lemas tak bertulang. Umar tidak bisa membuktikan bahwa esok hari ia masih hidup. Ia sadar telah berbuat salah. Ia bersujud sambil beristigfar memohon ampun kepada Allah.
Setelah memohon ampun, ia pun memanggil anaknya. "Wahai anakku, maafkan ayahmu. Aku tak sanggup membelikan baju baru untukmu. Ketahuilah, kemuliaan seseorang bukan diukur dari bajunya, melainkan dari kemuliaan akhlaknya. Sekarang, pergilah engkau ke sekolah, dan katakan saja kepada teman-temanmu bahwa ayahmu tak punya uang untuk membeli baju baru."
Alangkah luar biasanya perhatian dan kewaspadaan seorang pemimpin dan bawahan. Mereka saling memberikan nasihat dan peringatan. Kisah ini menohok kesadaran kita tentang perilaku para pemimpin sekarang di negeri ini.
Alih-alih mengutamakan kesederhanaan dan kemuliaan akhlak, mereka malah saling berebut kekuasaan dan memperkaya diri dengan perilaku korup. Semua itu dilakukan tanpa rasa bersalah. Bahkan, antara atasan dan bawahan saling menutupi kesalahan satu sama lain. Tak heran bila Allah menimpakan azab demi azab (bencana) untuk menyadarkan kita agar senantiasa takut kepada-Nya. Wallahu a'lam.
Oleh: Moeflich Hasbullah
Langganan:
Postingan (Atom)