Sakit adalah perasaan yang tidak nyaman dalam diri kita.
Sakit bisa terasa terhadap fisik, psikis ataupun sosial. Syariatnya sakit fisik bisa terjadi karena penyakit yang disebabkan pola makan tidak teratur, makanan yang tidak cocok ataupun karena ketidak seimbangan dalam pola hidup.
Sakit psikis atau secara psikologi bisa terjadi karena adanya suatu permasalahan pada kondisi mental tidak siap menerima, misalnya seseorang yang baru terkena PHK (Putus Hubungan Kerja) atau karena hancurnya suatu usaha dan lain sebagainya. Sementara sakit social bisa timbul karena adanya penyakit hati seperti kecemburuan/iri, dengki, dendam, sombong dan lain sebagainya.
Terkadang juga penyakit sosial bisa menimbulkan psikis terganggu ataupun bahkan fisik menjadi sakit, begitu juga sebaliknya. Hakikatnya semuanya penyakit yang diderita oleh kita adalah karena atas kehendak Yang Maha Kuasa.
Sakit merupakan keputusan Allah, maka atas kasih sayang-Nya tidak ada suatu penyakitpun yang tidak ada obatnya, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Berobatlah kalian, maka sesungguhnya Allah SWT tidak mendatangkan penyakit kecuali mendatangkan juga obatnya, kecuali penyakit tua.” (HR. Tirmidzi).
“Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu akan sembuh.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Seringkali kita mendengar bahwa karena sakit yang berlebihan dan sulit diobati menjadikan seseorang berputus asa, bahkan adakalanya karena tersiksa oleh penderitaannya menjadikannya mengambil jalan pintas. Padahal Islam dengan tegas melarang hal yang demikian sebagaimana Allah berfirman :
“Katakanlah, hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az Zumar, QS 39 : 53).
Sesungguhnya jika Allah memberikan sesuatu kepada kita baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan tentulah ada maksudnya. Pemahamannya, bisa jadi sesuatu yang menyenangkan merupakan kabar buruk bagi kita dan sebaliknya sesuatu yang menyedihkan atau menyakitkan adalah kabar baik. Oleh karena itu apabila kita menyikapinya dengan pemahaman spiritual (agama), maka seberat-beratnya penyakit yang kita derita adalah seringan-ringannya kita dapat menarik sebanyak-banyaknya pahala kebaikan. Artinya di kala kita lelah berusaha mengatasi suatu penyakit dengan syariat medis yang tidak kunjung ada kebaikan, maka memasrahkan diri kepada Allah-lah adalah obatnya yang paling mujarab.
Pasrah dengan suatu keikhlasan akan menghadirkan ketenangan jiwa. Ketenangan jiwa adalah segala-galanya yang dapat menjadikan kekuatan sempurna dalam menghadapi masalah apapun.
Ketenangan jiwa mengandung kekuatan spiritual (kerohanian) yang dapat membangkitkan rasa percaya diri (self confident) dan rasa optimis, di mana kedua hal tersebut sangat diperlukan dalam proses penyembuhan suatu penyakit, tentunya disamping pengobatan secara medis. Itulah barangkali sebabnya, mengapa Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) yang sebelumnya tahun 1947 memberikan batasan sehat hanya dari 3 (tiga) aspek saja yakni sehat dalam arti fisik, psikologik dan social, maka sejak tahun 1984 batasan tersebut berubah dengan tambahan aspek spiritual (kerohanian), sehingga pengertian sehat seutuhnya menjadi sehat fisik, psikologik, social dan spiritual (bio-psiko-sosio-spiritual).
Dalam ajaran Islam, bila dikaji secara mendalam tuntunan ke arah pengertian sehat seutuhnya banyak tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an, di antaranya :
“Katakanlah : Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar (penyembuh) bagi orang-orang yang beriman.” (Fushshilat, QS 41 : 44).
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Al-Fajr, QS 89 : 27-30).
Dengan demikian, maka sebaik-baiknya obat penawar penderitaan yang juga bisa dikatakan sebagai pelengkap pengobatan secara medis adalah memasrahkan diri kepada Allah SWT dengan senantiasa mengingat-Nya serta berdo’a memohon pertolongan-Nya.
Tuntunan mengenai hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadis :
1.Hendaklan kita meningkatkan nilai keimanan sebagai pangkal kekuatan dengan meyakini bahwa penyakit yang kita hadapi adalah sebagai cobaan dan ujian keimanan dari Allah SWT, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan, penyakit, gangguan menumpuk pada dirinya (karena banyaknya) kecuali Allah hapuskan akan dosa-dosanya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
2. Hendaklah kita bersabar dalam menghadapinya serta tawakal menjalankan perintah-Nya, karena kesabaran dan tawakal dalam menerima cobaan merupakan kunci menuju ketenangan jiwa. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah, QS 2 : 153).
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az Zumar, QS 39 : 10).
3. Adakalanya orang yang ditimpa suatu penyakit, ia berkeluh kesah dengan menunjukan ketidak sabarannya serta tidak jarang berburuk sangka kepada Allah. Oleh karena itu, agar memperoleh kesembuhan hendaklah tetap berbaik sangka kepada Allah, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Aku senantiasa berada di samping hamba-Ku yang berbaik sangka dan Aku tetap bersamanya selama ia tetap ingat pada-Ku.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Andaipun karena suatu penyakit seseorang ditakdirkan untuk meninggal, maka hendaknya tetap berbaik sangka kepada Allah, karena kepada-Nya-lah kita semua kembali. Hal ini ditegaskan dalam sebuas Hadis Nabi :
“Janganlah ada seorangpun di antaramu yang meninggal, kecuali dalam keadaan berbaik sangka semata-mata hanya kepada Allah.” (HR.Muslim).
4.Hendaklah bertobat dan menyucikan diri dengan senantiasa memohon ampunan-Nya serta memperbanyak shadaqoh. Bertobat dan menyucikan diri adalah perbuatan mendekatkan diri kepada Allah yang sangat disukai oleh-Nya dan hal ini akan sangat berpengaruh kepada proses pengembalian kepercayaan diri. Sementara manfaat shadaqoh tidak hanya sebatas memberikan bantuan kepada yang diberi, melainkan bagi yang bershadaqah ada nilai penyembuhan. Tentang tobat dan menyucikan diri serta keharusan shadaqoh ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis nabi :
“…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah, QS 2 : 222).
“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Tobat, QS 9 : 103).
“Bersihkanlah hartamu dengan membayar zakatnya, sembuhkanlah penyakit-penyakitmu dengan bersedekah dan hadapi ujianmu dengan do’a.” (HR.Tabrani).
5. Hendaklah senantiasa mengingat Allah (berdzikir), karena dengan berdzikir akan menyerap energy positif , di mana hati dan pikiran akan menjadi bersih yang tentunya secara psikologis sangat berpengaruh positif kepada ketenangan jiwa.
Tentang hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi :
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, Zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan siang. Dia-lah yang member rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (Al-Ahzab, QS 33 : 41-43).
“Perumpamaan orang yang dzikir (ingat) kepada Tuhannya dengan orang yang tidak dzikir (ingat) kepada Tuhannya adalah bagaikan perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR.Bukhari).
Pengertian dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir seperti Al Asma’ul Husna (99 sifat Allah), akan tetapi juga meliputi segala bacaan dzikir baik dalam do’a, salat ataupun segala amalan kebaikan.
Kekuasaan Allah begitu luas, menentukan dan memutuskan sesuatu terjadi terhadap apa dan siapa yang dikehendaki-Nya. Bila sesuatu terjadi terhadap kehidupan kita, maka tak ada sesuatupun yang mampu melawannya selain hanya memohon pertolongan-Nya. Allah mendatangkan penyakit yang menyebabkan rasa sakit dan penderitaan, maka atas sebab-Nya-lah adanya kesembuhan. Sebagaimana dalam Al-Qur’an ditegaskan :
“Dan bila aku sakit Dia-lah yang menyembuhkan.” (Asy Syua’ara, QS 26 : 80).
Dengan demikian berdzikir dan berdo’a adalah obat yang paling mujarab dalam mengatasi segala penderitaan yang menimpa kita. (zaz/nov)
(faktapos.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar