Dialog Akal dan Hati

Suatu hari, akal berkata kepada hati:

Aku membimbing mereka yang tersesat.
Meskipun di atas bumi, aku sangat mengenal langit
Kau perlu tahu ketinggian apa yang dapat ku daki


Di dunia, tugasku adalah membimbing
Seperti nabi Khidir, Aku membimbing manusia

Aku dapat menjelaskan rahasia Kitab Eksistensi
Tentu saja, aku adalah manifestasi keagungan Allah

Kau, hai hati, adalah segumpal darah
Tapi aku mutiara tak bernilai


Mendengar akal berucap seperti itu, hati pun berkata:

Apa yang kau katakan memang benar
Tapi kau juga harus tahu, seperti apakah aku


Kau hanya tahu rahasia eksistensi
Tapi aku melihat rahasia itu dengan mataku sendiri

Kau hanya terkait manifestasi lahiriah
Tapi aku mengenal jiwa segala sesuatu

Kau pengetahuan tapi aku intuisi
Kau mencari Tuhan, tapi aku dapat menunjukkan jalan kepada Tuhan

Pengetahuan membimbing pada kegelisahan
Tapi aku merupakan obat penyakit ini

Kau adalah lilin di kuil kebenaran
Aku adalah pelita di istana keindahan

Kau terbatas oleh ruang dan waktu
Aku dapat terbang ke tempat-tempat yang tak terpikirkan

Tentu saja, ketinggian adalah tempatku
Nyatanya, aku adalah singsana Tuhan yang Maha Agung

— — —
Dialog ini dibuat oleh Dr M Iqbal (1877-1938). Dialog ini menyoroti tema umum di kalangan tasawuf atau sufisme, pergulatan antara akal dan hati. Saya sendiri mengambilnya dari salah satu pesan yang disebarkan melalui salah satu grup WA.

Secara umum, Akal merupakan suatu entitas yang sangat berguna bagi manusia, yang dengannya manusia dapat memahami suatu realitas. Dengan akal, manusia mampu mengetahui bahkan menyelami akan kreativitas sang Khaliq Yang Maha Tak Terbatas — tentu melalui penciptaan kosmologi dan psikologi. Maka tidaklah mengherankan, bila akal mampu mencapai bintang.

Namun ingat, akal memiliki keterbatasan. Banyak hal yang tidak dapat dipahami oleh akal ini, hanya dapat dipahami oleh intuisi. Intuisi bersemi di dalam hati, dan hati merupakan singgasana jiwa. Jiwa adalah sebuah manifestasi Tuhan. Hanya melalui pembersihan hati dan pengembangan diri, manusia dapat mencapai ketinggian di atas tempat-tempat tinggi yang dapat dicapai oleh akal.
— — —
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya (manusia) dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku …” Q.S. alHijr (15):29
Ketahuilah, kata ‘menyempurnakan’ dalam ayat ini berarti penciptaan jasad, dengan segala unsur kemanusiaannya, menjadi siap untuk ditempati jiwa rasional. Di titik ini, manusia dikenal sebagai basyar (being) dalam bahasa arab.

Sementara, diksi ‘ruh (ciptaan)-Ku’ merupakan sesuatu yang ditambahkan pada jiwa, mengingat substansi spiritual ini bukanlah bersifat jasmani. Di titik ini, manusia dikenal sebagai insan (becoming), atau jamaknya adalah an nas dalam bahasa arab

Ya. Hadapkanlah perhatianmu pada jiwa, sempurnakanlah keutamaannya, sebab dengan jiwamu, bukan dengan ragamu, engkau disebut insan.
Mari menginsankan diri
Karena sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Khomeini
‘Hanya orang-orang yang mampu membuat dirinya sebagai manusia saja yang akan dibangkitkan dalam rupa manusia’
[

Tidak ada komentar:

Posting Komentar