Ada seseorang yang datang pada Sufyan Ats Tsauri seraya berkata : "Berilah aku nasehat", kemudian Sufyan berkata: "beramallah kamu untuk dunia sesuai dengan lamanya kamu tinggal di situ, dan beramallah kamu untuk akhiratmu berdasarkan kekekalan dan keselamatan di akhirat." (wafiyatul a'yan li Ibni Khalikan Juz 2/287)
Sesungguhnya seorang hamba dituntut untuk mengetahui masa depan hidupnya yang hakiki, sehingga ia akan mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Setiap manusia akan membuat garis hidupnya untuk menghadapi kehidupan dunia ini di masa depannya. Padahal sesaatnya kehidupan dunia ini tiadalah sebanding dengan kehidupan dan masa depannya yang hakiki itu. Dengan demikian sudah selayaknya jika seorang mukmin yang berakal telah menggariskan untuk dunianya dan lebih-lebih akhiratnya.
Setiap kita saat ini sebenarnya sedang berada dalam sebuah penantian menuju sebuah perjalanan panjang menuju negeri keabadian, negeri yang akan memisahkan orang-orang fajir dan orang-orang shalih yang beriman. Sebuah fase perjalanan yang menyebabkan manusia akan berkata :
"Sungguh hidup kita di dunia tidak lebih dari sesaat saja".
Jika kita ingat kembali proses perjalanan hidup yang telah kita lalui sejauh ini, atau cobalah untuk menceritakannya kembali apa-apa yang telah dilalui. Mungkin kita hanya mampu bercerita hanya beberapa jam saja sementara belasan tahun atau puluhan tahun telah dilewati, kita sangat sulit mengingatnya. Sependek itukah hidup kita ? Sesingkat itukah hidup kita sehingga kita hanya mampu sedikit menceritakan kehidupan kita.
Benar, mungkin ada yang menyangkal ingatan manusia terbatas sehingga ga mampu menceritakannya kembali meski mencoba untuk mencatat rekaman kehidupan dalam bentuk tulisan. Coba perhitungkan berapa lama kita menghabiskan hidup kita hanya untuk beribadah kepada Allah SWT, tidur, dan melakukan aktifitas lainnya. Sungguh semakin singkat saja hidup kita jika kita bayangkan demikian. Apalagi waktu berdua dengan Allah SWT hanya sedikit saja tersedia dibandingkan waktu untuk urusan duniawi.
Bagaimana mereka tidak mengatakan bahwa 60 tahun hidup yang mereka jalani di dunia bagai hidup sesaat saja ? Bukankah 1 hari di padang mahsyar seperti 50.000 tahun hidup yang sesungguhnya. Lima puluh ribu tahun ?? Bagaimana kita dapat membayangkan letih dan lamanya masa itu ? Masa dimana kita hidup dalam keadaan telanjang tanpa mengenakan selembar benangpun, tanpa makanan dan minuman, tanpa hubungan nasab dan tali persaudaraan. Matahari didekatkan hingga 1 mil di atas ubun-ubun manusia, keringat bercucuran dan semuanya hanya akan sibuk dengan dirinya sendiri. Sebuah pemandangan yang paling mengerikan dan menakutkan bagi setiap yang menyaksikan.
Memang harus betul-betul kita sadari bahwa hidup di dunia ini hanyalah sekejap. Mengamati dan menceritakan kembali proses perjalanan hidup sajapun kita ga mampu padahal sudah kita lalui sendiri. Itu mengamati apa yang telah dilalui dan coba mengamati apa yang belum dilalui seperti membayangkan apa yang terjadi di masa yang akan datang seperti lawan kata dari kehidupan yaitu kematian. Siapa yang bisa menjamin bahwa hanya orang yang sudah lanjut usia saja yang mendekati kematian? Kematian seperti yang disebutkan diatas, maka perlu diketahui bahwa yang mengalami kematian sebenarnya hanyalah jasad saja (wallahu a'lam), sedangkan ruh kita tidak pernah mengalami kematian. Sejak diciptakan pertama kalinya dan diambil kesaksiannya tentang keesaan Allah SWT ketika dikumpulkan di alam ruh sebagaimana disebutkan dalam surat Al A’raf 172:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menciptakan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah SWT mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Setelah manusia mengalami kematian maka mulailah ruh menempuh perjalanan panjang yang tidak akan pernah berkahir. Sifat ruh sama seperti "energy", dalam ilmu fisika kita mengenal teori kekekalan energy. Teori kekalan Energy mengatakan bahwa energy bersifat kekal, tidak bisa dimusnahkan, dihancurkan ataupun dilenyapkan. Ia hanya mengalami perubahan bentuk. Ruh memiliki sifat seperti energy ini, ia tidak bisa dimusnahkan, dilenyapkan ataupun dihancurkan, ia kekal selamanya, ia hanya berubah bentuk mulai di alam ruh, alam dunya, alam barzakh dan alam akhirat kelak.
Kita bisa merasakan ketika selama hidup di dunia, ruh kita tidak pernah tidur atau istirahat walau sejenak. Jika kita tidur pada malam hari, yang tidur adalah jasad (jasmani) kita sedang ruh kita sendiri, pergi berjalan entah kemana. Ruh tidak bisa hancur, musnah dan lenyap namun ia bisa merasa lemah, sakit dan menderita. Ruh yang kurang mendapat perawatan akan menjadi lemah menderita dan sakit. Penyakit ruh umumnya akan merembet pada penyakit fisik atau jasmani, penyakit ruh yang umum kita kenal antara lain, gelisah, kecewa, dengki, cemas, takut, sedih, tertekan dan stress berkepanjangan.
Ruh manusia mengalami proses pendewasaan selama hidup di dunia. Perjalanan singkat di dunia dilalui sebagai sebuah persiapan untuk di alam selanjutnya. Semua bekal yang dibawa untuk perjalanan hidup di alam barzakh dan akhirat diperoleh dari alam dunia, namun sayang selama hidup di dunya banyak orang yang tidak mempedulikan kebutuhan ruhnya untuk menghadapi perjalanan panjang yang takkan pernah berakhir ini. Kebanyakan manusia hanya fokus pada masalah kehidupan dunia, dan tidak peduli dengan masalah kehidupan akhirat yang lebih dahsyat dibandingkan dengan kehidupan dunia. Kebanyakan manusia juga lebih mengutamakan kebutuhan jasadnya saja dari pada kebutuhan ruhnya. Coba jika ada yang terasa kurang pada jasad kita seperti ketika perut merasa
Semoga Allah merahmati orang yang berkata:
"Tiada tempat tinggal bagi seorang yang akan dihuni setelah kematiannya. Kecuali tempat tinggal yang telah ia bangun semasa hidupnya. Jika ia membangunnya dengan kebaikan, maka indahlah tempat tinggal itu, namun jika ia membangunnya dengan keburukan dan dosa-dosa, maka merugilah pemiliknya. Jiwa seseorang itu selalu mencintai dunia, padahal ia tahu bahwa zuhud di dunia adalah dengan meninggalkannya. Maka tanamlah pohon ketaqwaan itu selama kamu mampu, ketahuilah bahwa kamu akan menjumpainya setelah kematianmu."
"Jika kamu melihat di waktu orang-orang dzalim berada dalam sakaratul maut sedang para malaikat memukul dengan tangannya sambil berkata : keluarkanlah nyawamu, di hari ini kamu akan dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan" (QS. Al An'am:93)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar