Mengapa ridho suami itu surga bagi para istri



(Arrahmah.com) - Suami dibesarkan oleh ibu yang mencintainya seumur hidup. Namun ketika dia dewasa, dia memilih mencintaimu yang bahkan belum tentu mencintainya seumur hidupmu. Bahkan seringkali rasa cintanya padamu lebih besar daripada cintanya kepada ibunya sendiri.
Suami dibesarkan sebagai lelaki yang ditanggung nafkahnya oleh ayah ibunya hingga dia beranjak dewasa. 

Namun sebelum dia mampu membalasnya, dia telah bertekad menafkahimu, perempuan asing yang baru saja dikenalnya dan hanya terikat dengan akad nikah tanpa ikatan rahim seperti ayah dan ibunya.
Suami ridha menghabiskan waktunya untuk mencukupi kebutuhan anak-anakmu serta dirimu. Padahal dia tahu, di sisi Allah engkau lebih harus dihormati tiga kali lebih besar oleh anak-anakmu dibandingkan dirinya. 

Namun tidak pernah sekalipun dia merasa iri, disebabkan dia mencintaimu dan berharap engkau memang mendapatkan yang lebih baik daripadanya di sisi Allah.
Suami berusaha menutupi masalahnya di hadapanmu dan berusaha menyelesaikannya sendiri. Sedangkan engkau terbiasa mengadukan masalahmu pada dia dengan harapan dia mampu memberi solusi. Padahal bisa saja di saat engkau mengadu itu, dia sedang memiliki masalah lebih besar. Namun tetap saja masalahmu diutamakan dibandingkan masalah yang dihadapinya sendiri.

Suami berusaha memahami bahasa diammu dan bahasa tangismu, sedangkan engkau kadang hanya mampu memahami bahasa verbalnya saja. Itupun bila dia telah mengulanginya berkali-kali.
Bila engkau melakukan maksiat, maka dia akan ikut terseret ke neraka karena dia ikut bertanggung-jawab akan maksiatmu. Namun bila dia bermaksiat, kamu tidak akan pernah dituntut ke neraka karena apa yang dilakukan olehnya adalah hal-hal yang harus dipertanggungjawabkannya sendiri.
Subhanallah……..

#Ditulis oleh : Ust. Abu Fatiah Al Adnani beberapa hari sebelum musibah kecelakaan.
Dikutip dari: Facebook Ustadz Farid Ahmad Okbah
(samirmusa/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/kajian-islam/mengapa-ridho-suami-itu-surga-bagi-para-istri.html#sthash.4dhV2YkJ.dpuf

4 Cara Mengubah Takdir

Banyak orang malas yang menjadikan takdir sebagai dalih atas kemalasannya. Padahal, takdir itu boleh diubah. Memang, tidak semua takdir boleh diubah. Misalnya, jika kita ditakdirkan sebagai seorang laki-laki, tidak boleh diubah menjadi seorang perempuan. Kita memang tidak boleh mengubah takdir yang sudah terjadi sebab waktu memang diciptakan tidak boleh ke belakang. Yang dimaksud mengubah takdir disini ialah mengubah takdir dimasa mendatang.
Lalu bagaimana cara kita mengubah takdir? Cara yang benar dan tepat, tentu saja harus bersumber dari Pembuat takdir yang tiada lain Allah SWT melalui Al Quran dan Hadits Nabi saw.
Bagi Anda yang belum tahu, bahawa takdir boleh diubah, silahkan semak hadis berikut:
Hadis dari Imam Turmudzi dan Hakim, diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahawa Nabi SAW Bersabda : “Barangsiapa hatinya terbuka untuk berdoa, maka pintu-pintu rahmat akan dibukakan untuknya. Tidak ada permohonan yang lebih disenangi oleh Allah daripada permohonan orang yang meminta keselamatan. Sesungguhnya doa bermanfaat bagi sesuatu yang sedang terjadi dan yang belum terjadi. Dan tidak ada yang boleh menolak taqdir kecuali doa, maka berpeganglah wahai hamba Allah pada doa”. (HR Turmudzi dan Hakim)

Cara Mengubah Takdir

Mengubah Takdir Dengan Berdoa.

Allah yang menetapkan takdir kita, maka Allah memiliki kuasa untuk mengubahnya, ertinya takdir baru bagi kita. Mengubah takdir ertinya Allah menggantinya dengan takdir baru. Tetap, Allah yang menetapkan takdir. Cara pertama ialah dengan berdoa seperti yang dijelaskan pada hadis diatas.

Cara Kedua adalah bersedekah. Rasulullah SAW pernah bersabda : “Silaturrahmi dapat memperpanjang umur dan sedekah dapat merubah taqdir yang mubram (HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Imam Ahmad)

Cara Ketiga adalah bertasbih. Ada hadis yang diriwayatkan dari Saad Ibnu Abi Waqosh, Rasulullah bersabda :
Mahukah kalian Aku beritahu sesuatu doa, yang jika kalian memanfaatkan itu ketika ditimpa kesedihan atau bencana, maka Allah akan menghilangkan kesedihan itu?  Para sahabat menjawab : “Ya, wahai Rasululullah, Rasul bersabda “Iaitu doa “Dzun-Nun : “LA ILAHA ILLA ANTA SUBHANAKA INNI KUNTU MINADH-DHOLIMIN” (Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk diantara orang-orang yang zalim”). (H.R. Imam Ahmad, At-Turmudzi dan Al-Hakim).

Cara keempat ialah dengan bersholawat ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ubay Ibnu Kaab, bahawa ada seorang lelaki telah mendedikasikan semua pahala selawatnya untuk Rasulullah SAW, maka Rasul berkata kepada orang tersebut : “Jika begitu lenyaplah kesedihanmu, dan dosamu akan diampuni (H.R Imam Ahmad At-Tabroni)

Jadi, jangan berhenti berdoa dan berusaha. Seburuk mana pun kedudukan masa ini, semuanya masih boleh berubah. Bagaimana pun pahitnya pengalaman kita dimasa lalu, masih boleh berubah. Optimis selalu Anda boleh mengubah takdir Anda menjadi lebih baik.
Rujukan :
http://www.motivasi-islami.com/rahasia-mengubah-takdir/

6 Cara Memotong Kuku Yang Baik Menurut Pandangan Islam

6 Cara Memotong Kuku Yang Baik
Memotong kuku bisa di bilang suatu hal yang kecil, karena tanpa perlu keahlian semua orang bisa dengan mudah memotong kuku, tidak seperti memotong rambut yang di perlukan, keterampilan yang tidak semua orang bisa melakukannya.

Sering kita mendengar kata-kata seperti ini " jangan pernah kamu remehkan hal yang kecil, karena hal kecil bisa jadi sesuatu yang besar "
lalu apa ada hubunganya dengan memotong kuku,? Jelas ada. sering sekali kita memotong kuku dengan asal-asalan seperti dari kiri ke kanan, membiarkanya panjang baru di potong, memotong pada malam hari atau yang lainya. Kita memotong kuku seperti itu karena kita menganggapnya suatu hal yang kecil. Padahal beberapa perkara hukum Islam, kuku tidak seharusnya diabaikan oleh umat Islam. Misalnya ketika seorang dalam keadaan ihram haji atau umrah didenda membayar dam karena memotong kukunya. Demikian juga kuku bisa menyebabkan tidak sah-nya wudhu atau mandi junub, jika air tidak atau terhalang sampai ke kuku.

Oleh karena itu kali ini saya akan coba membahas artikel dengan judul 6 Cara Memotong Kuku Yang Baik Menurut Pandangan Islam supaya kita tidak lagi meremehkan hal yang kecil seperti memotong kuku.
car-memotong-kuku-yang-ba.jpg1. Hukum Dan Hikmah Memotong Kuku
Memotong kuku adalah amalan sunah. Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha:
“Sepuluh perkara yang termasuk fitrah (sunnah): memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, memasukkan air ke hidung, memotong kuku,membasuh sendi-sendi, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu ari-ari, bersuci dengan air (beristinja), berkata Zakaria:
“berkata Mus’ab: “Aku lupa yang kesepuluh kecuali berkumur.”
Sekali lagi ini adalah bentuk menghilangkan segala kotoran yang melekat di celah kuku, apalagi jika kuku dibiarkan panjang.
2. Cara Dan Benda Untuk Memotong Kuku
Menurut Imam an-Nawawi, sunah memotongkuku bermula jari tangan kanan keseluruhannya dan dimulai dari jari kelingking lalu sampai pada ibu jari, kemudian tangan kiri dari jari kelingking ke ibu jari.
Sementara alat untuk memotong kukunya dapat menggunakan gunting, pisau atau benda khas yang tidak menyebabkan mudharat pada kuku atau jari seperti alat pemotong kuku.
Setelah selesai memotong kuku, sebaiknya segera membasuh tangan dengan air. Ini karena jika seseorang itu menggaruk anggota badan, dikahawatirkan akan menyebabkan penyakit kusta.
Menurut kitab al-Fatawa al-Hindiyah dalam mazhab Hanafi bahawa makruh memotong kuku dengan menggunakan gigi juga akan menyebabkan penyakit kusta.
3. Waktu Memotong Kuku
Sebagaimana diriwayatkan dari pada Anas bin Malik:
“Telah ditentukan waktu kepada kami memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu ari-ari agar kami tidak membiarkannya lebih daripada empat puluh malam.”
“Adapun menurut Imam asy-Syafi’e dan ulama-ulama asy-Syafi’eyah, sunah memotong kuku itu sebelum mengerjakan sholat Juma’at, sebagaimana disunatkan mandi, bersiwak, memakai wewangian, berpakaian rapi sebelum pergi ke masjid untuk mengerjakan shalat Juma’at,” (Hadis riwayat Muslim)
4. Menanam Potongan Kuku
Sebagaimana disebutkan dalam kitab Fath al-Bari, bahwa Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘anhu menanam potongan kuku.
5. Memotong Kuku Ketika Haid, Nifas Dan Junub
Menurut kitab Al-Ihya’, jika seseorang dalam keadaan junub atau berhadas besar, janganlah dia memotong rambut, kuku atau memotong sesuatu yang jelas daripada badannya sebelum dia mandi junub. Karena segala potongan itu di akhirat kelak akan kembali kepadanya dengan keadaan junub.
6. Memanjangkan Kuku Dan Mewarnainya
Perbuatan memanjangkan kuku dan membiarkannya tanpa dipotong adalah perbuatan yang bertentangan dengan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihhi wasallam, karena beliau menyuruh supaya memotong kuku. Jika dibiarkan kuku itu panjang, niscaya banyak perkara-perkara yang akan berhubungan dengan hukum seperti wudhu, mandi wajib dan sebagainya.
Adapun dalam hal mewarnai kuku , perempuan yang bersuami adalah haram mewarnai kuku jika suaminya tidak mengizinkan. Sementara perempuan yang tidak bersuami pula, haram baginya mewarnai kuku. Demikian juga jika pewarna itu diperbuat dari benda najis karena akan menghalang daripada masuknya air saat berwudhu.WALLAHUA'LAM
Itulah sedikit artikel tentang 6 Cara Memotong Kuku Yang Baik Menurut Pandangan Islam semoga bisa bermanfaat untuk teman-teman semua yang sudah berkunjung di blog ini.

HAK HAK DAN KEMULIAAN WANITA MUSLIMAH

Sesungguh Islam menempatkan wanita pada posisi yg tinggi dan sejajar dengan pria. Namun dalam beberapa hal ada yang harus berbeda karena pria dan wanita hakikat adalah makhluk yang berbeda. Kesalahan dalam memahami ajaran yang benar inilah yg menjadikan Islam kerap dituding sebagai agama yang menempatkan wanita sebagai “warga kelas dua.” Benarkah? Simak penjelasannya!
Suatu hal yang tidak kita sangsikan bahwa Islam demikian memuliakan wanita dari semula makhluk yang tiada berharga di hadapan “peradaban manusia” diinjak-injak kehormatan dan harga diri kemudian diangkat oleh Islam ditempatkan pada tempat yang semesti dijaga dihargai dan dimuliakan. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan banyak kebaikan kepada hamba-hambaNya.
Penjelasan ringkas akan hak-hak wanita menurut Islam di bawah ini sedikit akan memberikan gambaran bagaimana Islam menjaga hak-hak kaum wanita sejak mereka dilahirkan ke muka bumi dibesarkan di tengah keluarga sampai dewasa beralih ke perwalian sang suami.
1. Pada Masa Kanak-kanak
Di masa jahiliah tersebar di kalangan bangsa Arab khusus kebiasaan menguburkan anak perempuan hidup-hidup karena keengganan mereka memelihara anak perempuan. Lalu datanglah Islam mengharamkan perbuatan tersebut dan menuntun manusia utk berbuat baik kepada anak perempuan serta menjaga dengan baik. Ganjaran yang besar pun dijanjikan bagi yang mau melaksanakannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan anjuran dalam sabdaNya:
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ  (1
 
Siapa yg memelihara dua anak perempuan hingga kedua mencapai usia baligh maka orang tersebut akan datang pada hari kiamat dalam keadaan aku dan dia seperti dua jari ini.” Beliau menggabungkan jari-jemarinya.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkisah: “Datang ke rumahku seorang wanita peminta-minta beserta dua putrinya. Namun aku tidak memiliki apa-apa yang dapat kusedekahkan kepada mereka kecuali hanya sebutir kurma. Wanita tersebut menerima kurma pemberianku lalu dibagi untuk kedua putrinya sementara ia sendiri tidak memakannya. Kemudian wanita itu berdiri dan keluar dari rumahku. tidak berapa lama masuklah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kuceritakan hal tersebut kepada beliau. Usai mendengar penuturanku beliau bersabda:
مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
Siapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuan lalu ia berbuat baik kepada mereka maka mereka akan menjadi penghalang/penutup bagi dari api neraka.”
Kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam penjelasan atas hadits di atas: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut dengan ujian karena manusia biasa tidak menyukai anak perempuan sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang kebiasaan orang2 jahiliah:
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِاْلأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيْمٌ. يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوْءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُوْنٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلاَ ساَءَ مَا يَحْكُمُوْنَ
Apabila salah seorang dari mereka diberi kabar gembira dengan kelahiran anak perempuan menjadi merah padamlah wajah dalam keadaan ia menahan amarah. Ia menyembunyikan diri dari orang banyak karena buruk berita yang disampaikan kepadanya. apakah ia akan memelihara dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkan hidup-hidup di dalam tanah? Ketahuilah alangkah buruk apa yg mereka tetapkan itu.
Hadits-hadits yang telah disebutkan di atas menunjukkan keutamaan berbuat baik kepada anak perempuan memberikan nafkah kepada mereka dan bersabar memelihara mereka.
Islam mewajibkan kepada seorang ayah untuk menjaga anak perempuan memberi nafkah kepadanya sampai ia menikah dan memberikan kepadanya bagian dari harta warisan.
 
2. Dalam masalah pernikahan
Wanita diberi hak untuk menentukan pendamping hidup dan diperkenankan menolak calon suami yang diajukan orang tua atau kerabat bila tidak menyukainya. Beberapa hadits di bawah ini menjadi bukti:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تُنْكَحُ اْلأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: أَنْ تَسْكُتَ
Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan hingga diminta izinnya.” Para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah bagaimanakah izin seorang gadis?” “Izin adalah dengan ia diam” jawab Rasulullah.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ الْبِكْرَ تَسْتَحِي. قاَلَ: رِضَاهَا صَمْتُهَا
 
Wahai Rasulullah sesungguh seorang gadis itu malu .” Beliau menjelaskan “Tanda ridhanya gadis itu adl diamnya.”
Khansa` bintu Khidam Al-Anshariyyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan ayahnya menikahkannya dengan seorang lelaki ketika ia menjanda. Namun ia menolak pernikahan tersebut. Ia adukan perkaranya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga akhir beliau membatalkan pernikahannya.
Hadits di atas diberi judul oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam kitab Shahihnya: Bab Apabila seseorang menikahkan putri sementara putri tidak suka maka pernikahan itu tertolak.
Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shiddiq menceritakan salah seorang putri Ja’far2 merasa khawatir wali akan menikahkan secara paksa. maka ia mengutus orang untuk mengadukan hal tersebut kepada dua syaikh dari kalangan Anshar ‘Abdurrahman dan Majma’ keduanya adalah putra Yazid bin Jariyah. Keduanya berkata “Janganlah kalian khawatir karena ketika Khansa` bintu Khidam dinikahkan ayah dalam keadaan ia tidak suka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak pernikahan tersebut.”
Buraidah ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu mengabarkan:
جَاءَتْ فَتَاةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقاَلَتْ: إِنَّ أَبِي زَوَّجَنِي ابْنَ أَخِيْهِ لِيَرْفَعَ بِي خَسِيْسَتَهُ. قَالَ: فَجَعَلَ اْلأَمْرَ إِلَيْهَا، فَقَالَتْ: قَدْ أَجَزْتُ مَا صَنَعَ أَبِي، وَلَكِنْ أَرَدْتُ أَنْ تَعْلَمَ النِّسَاءُ أَنْ لَيْسَ لِلآبَاءِ مِنَ اْلأَمْرِ شَيْءٌ
Pernah datang seorang wanita muda menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka mengadu ‘Ayahku menikahkanku dengan anak saudaranya untuk menghilangkan kehinaan yang ada padanya dengan pernikahanku tersebut’ ujarnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan keputusan padanya. Si wanita berkata ‘Aku membolehkan ayah untuk melakukannya. Hanya saja aku ingin para wanita tahu bahwa ayah mereka tidak memiliki urusan sedikitpun dalam memutuskan perkara seperti ini’.” “Hadits ini shahih menurut syarat Al-Imam Muslim.”
Islam memberikan hak seperti ini kepada wanita karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan wanita sebagai penenang bagi suami dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kehidupan suami istri ditegakkan di atas mawaddah wa rahmah. maka bagaimana akan terwujud makna yang tinggi ini apabila seorang gadis diambil secara paksa sebagai istri sementara ia dalam keadaan tidak suka? Lalu bila demikian keadaan sampai kapan pernikahan itu akan bertahan dengan tenang dan tenteram?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu menyatakan: “Tidak boleh seorang pun menikahkan seorang wanita kecuali terlebih dahulu meminta izin sebagaimana hal ini diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila si wanita tidak suka maka ia tidak boleh dipaksa untuk menikah. Dikecualikan dalam hal ini bila si wanita masih kecil karena boleh bagi ayah menikahkan gadis kecil tanpa meminta izinnya. Adapun wanita yang telah berstatus janda dan sudah baligh maka tdk boleh menikahkan tanpa izin sama saja baik yang menikahkan itu ayah atau yang lainnya. Demikian menurut kesepakatan kaum muslimin.”
Ibnu Taimiyyah rahimahullahu melanjutkan: “Ulama berbeda pendapat tentang izin gadis yang akan dinikahkan apakah izin itu wajib hukum atau mustahab . Yang benar dalam hal ini adalah izin tersebut wajib. Dan wajib bagi wali si wanita untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam memilih lelaki yang akan ia nikahkan dengsn si wanita dan hendak si wali melihat apakah calon suami si wanita tersebut sekufu atau tidak. Karena pernikahan itu untuk kemaslahatan si wanita bukan untuk kemaslahatan pribadi si wali.”
Islam menetapkan kepada seorang lelaki yang ingin menikahi seorang wanita agar memberikan mahar pernikahan kepada si wanita. Dan mahar itu nanti adalah hak si wanita tidak boleh diambil sedikitpun kecuali dengan keridhaannya.
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْئًا مَرِيْئًا
Berikanlah mahar kepada para wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian dengan senang hati sebagian dari mahar tersebut maka makanlah pemberian itu yang sedap lagi baik akibatnya.”
Al-Imam Al-Qurthubi Subhanahu wa Ta’ala berkata: “Ayat ini menunjukkan wajib pemberian mahar kepada wanita yang dinikahi. Ulama menyepakati hal ini tanpa ada perbedaan pendapat kecuali riwayat sebagian ahlul ilmi dari penduduk Irak yang menyatakan bila seorang tuan menikahkan budak laki-laki dengan budak wanita maka tidak wajib ada mahar. Namun pendapat ini tidak dianggap. ”
3. Sebagai Seorang Ibu
Islam memuliakan wanita semasa kecil ketika remaja dan saat ia menjadi seorang ibu. Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan seorang anak untuk berbakti kepada kedua orang tua ayah dan ibu. Allah Subhanahu wa Ta’ala titahkan hal ini dalam TanzilNya setelah mewajibkan ibadah hanya kepadaNya:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا. وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا
Tuhanmu telah menetapkan agar janganlah kalian beribadah kecuali hanya kepadaNya dan hendaklah kalian berbuat baik terhadap kedua orangtua. Apabila salah seorang dari kedua atau kedua-duanya menginjak usia lanjut dalam pemeliharaanmu maka janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan jangan membentak keduanya namun ucapkanlah kepada kedua perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang ucapkanlah doa “Wahai Tuhanku kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka telah memelihara dan mendidikku sewaktu kecil.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَوَصَّيْنَا اْلإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاَثُوْنَ شَهْرًا
Dan Kami telah mewasiatkan manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibu telah mengandung dengan susah payah dan melahirkan dengan susah payah pula. Mengandung sampai menyapih adalah tigapuluh bulan
Ketika shahabat yg mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا. قَالَ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ..
Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab “Shalat pada waktunya.” “Kemudian apa setelah itu?”  ‘Abdullah lagi bertanya lagi. Kata beliau “Kemudian birrul walidain .”
Kata Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu -seorang shahabat Rasul yang sangat berbakti kepada ibundanya- “Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبُوْكَ
Wahai Rasulullah siapakah di antara manusia yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya?” Rasulullah menjawab “Ibumu.” “Kemudian siapa?” orang  itu bertanya lagi. “Ibumu” jawab beliau. Kembali orang itu bertanya “Kemudian siapa?” “Ibumu.” “Kemudian siapa?” orang itu bertanya lagi. “Kemudian ayahmu” jawab Rasulullah.
Hadits di atas menunjukkan pada kita bahwa hak ibu lebih tinggi daripada hak ayah dalam menerima perbuatan baik dari anaknya. Hal itu disebabkan seorang ibulah yang merasakan kepayahan mengandung melahirkan dan menyusui. Ibulah yang bersendiri merasakan dan menanggung ketiga perkara tersebut kemudian nanti dalam hal mendidik baru seorang ayah ikut andil di dalamnya. Demikian dinyatakan Ibnu Baththal rahimahullahu sebagaimana dinukil oleh Al-Hafidz rahimahullahu.
Islam mengharamkan seorang anak berbuat durhaka kepada ibu sebagaimana ditegaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau:
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوْقَ اْلأُمَّهَاتِ..
Sesungguh Allah mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada para ibu
Al-Hafizh rahimahullahu menerangkan “Dikhususkan penyebutan para ibu dalam hadits ini karena perbuatan durhaka kepada mereka lebih cepat terjadi daripada perbuatan durhaka kepada ayah disebabkan kelemahan mereka sebagai wanita. Dan juga untuk memberikan peringatan bahwa berbuat baik kepada seorang ibu dengan memberikan kelembutan kasih sayang dan semisal lebih didahulukan daripada kepada ayah.”
Bahkan seorang ibu yang masih musyrik ataupun kafir tetap diwajibkan seorang anak berbuat baik kepadanya. Hal ini ditunjukkan dalam hadits Asma` bintu Abi Bakr radhiyallahu ‘anha. Ia berkisah: “Ibuku yang masih musyrik datang mengunjungiku bertepatan saat terjalin perjanjian antara Quraisy dgn Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pun bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ibuku datang berkunjung dan memintaku untuk berbuat baik kepadanya. Apakah aku boleh menyambung hubungan dengannya?” Beliau menjawab “Ya sambunglah hubungan dengan ibumu.”
4. Sebagai Istri
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan seorang suami agar bergaul dgn istri dengan cara yang baik.
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yg baik.”
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu berkata “Ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ meliputi pergaulan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Karena itu sepantasnya seorang suami mempergauli istrinya dengan cara yang ma’ruf menemani dan menyertai dengan baik, menahan gangguan terhadapnya, mencurahkan kebaikan dan memperbagus hubungan dengannya. Termasuk dalam hal ini pemberian nafkah pakaian dan semisalnya.
Dan tentu pemenuhan berbeda-beda sesuai dgn perbedaan keadaan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para suami:
لاَ تَضْرِبُوا إِمَاءَ اللهِ
Janganlah kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah.”
‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu datang mengadu “Wahai Rasulullah para istri berbuat durhaka kepada suami-suami mereka.” Mendengar hal itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan untuk memukul istri bila berbuat durhaka. Selang beberapa waktu datanglah para wanita dalam jumlah yang banyak menemui istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengadukan perbuatan suami mereka. Mendengar pengaduan tersebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ أُولَئِكَ بِخِيَارِكُمْ
Mereka itu bukanlah orang yang terbaik di antara kalian.”
Beliau juga pernah bersabda:
أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنَسَائِهِمْ
Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlak di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.”
Banyak hak yang diberikan Islam kepada istri seperti suami dituntut untuk bergaul dengan baik terhadap istri ia berhak memperoleh nafkah pengajaran penjagaan dan perlindungan yang ini semua tidak didapatkan oleh para istri di luar agama Islam.
Bila sudah demikian penjagaan Islam terhadap hak wanita dan pemuliaan Islam terhadap kaum wanita; lalu apa lagi yang ingin diteriakkan oleh kalangan feminis dan yang berjuang untuk persamaan gender yang katanya memperjuangkan hak wanita padahal sebenarnya ingin mencampakkan wanita kembali ke lembah kehinaan terpuruk dan terinjak-injak?
Wallahul musta’an.
Keterangan Hadits:
1) Maknanya:
جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ
2) Kemungkinan terbesar Ja’far yang dimaksud adalah Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu kata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu.

Mitos-Mitos Kesehatan Seputar Diabetes Mellitus


Mitos-Mitos Kesehatan Seputar Diabetes Mellitus

mitos diabetes
“Orang diabetes jangan banyak-banyak makan gula”
“orang diabetes ga boleh makan coklat lho”
“diabetes tu sakit ringan kok, gula saya tinggi tapi saya masih bisa aktivitas seperti biasa”

Ada beberapa anggapan dan mitos yang menyebar di masyarakat kita. Bagaimana yang benar menurut ilmu kedokteran? Berikut sedikit pembahasannya
Pertama:
Sering makan gula nanti kena diabetes
Belum tentu, karena diabetes sampai sekarang penyebabnya belum jelas, masih dugaan atau karena akumulasi berbagai macam sebab misalnya genetik dan pola hidup. Diabetes terjadi tergantung kemampuan tubuh untuk mengolah makanan dan kemampuan serta jumlah dna kualitas insulin.
Kedua:
Anti karbohidrat bagi penderita Diabetes karena akan diolah menjadi gula
Yang benar malah sebaliknya, Karbohidrat baik untuk Diabetes apalagi yang mengandung serat. Hanya saja perlu diawasi jangan sampai berlebihan. Makanan yang baik misalnya Roti gandum, buah-buahan berserat, sayuran.
Ketiga:
Penderita diabetes harus patuh banyak aturan
Sebenarnya simple, cukup makan menu sehat, teratur minum obat dan konsultasi serta berolahraga sebagaimana aktivitas sehari-hari. Yang penting selalu mengontrol kadar gula darah, jangan sampai lalai.
Keempat:
Tidak boleh makan yang enak-enak
tidak juga, yang penting kurangi porsi, mengubah cara penyajian misalnya direbus.
Kelima:
Yang penting ada obat, aman
Tidak juga, karena obat bukan pengobatan utama, sekedar membantu, pengobatan utama adalah pengaturan pola makan dan pola hidup
Keenam:
Makan lebih banyak protein daripada karbohidrat
“Nasinya sedikit, banyakin ikan dan daging”
Ini salah, Karena kebanyakan makanan kaya protein , seperti daging, juga mengandung Lemak Jenuh.  Lemak kurang baik bagi kesehatan
Ketujuh:
Ganti gula dengan pemanis buatan
Jangan sekali-kali mengganti, jumlah kalori bisa sedikit yang masuk, pemanis buatan jauh lebih manis daripada gula. Selain itu terlalu banyak dan sering bisa memicu kanker
Kedelapan:
Kalau sudah pakai Insulin, berarti sudah kronis dan bahaya
Tidak juga, insulin terkadang dipakai untuk indikasi tertentu dan belum tentu berbahaya. Jika sudah bisa dikendalikan, kembali ke obat bisa.
Kesembilan:
Diabetes adalah penyakit keturunan
memang jika ada riwayat keluarga menderita diabetes bisa meningkatkan resiko. Tetapi tidak otomatis menurun, karena tergantung pola makan dan gaya hidup juga
Kesepuluh:
Diabetes sakitnya orang kaya dan orang kota saja
Tidak benar, di pedesaan juga sudah banyak yang menderita. Tetapi terkadang tidak periksa dan tidak terlacak sehingga terkesan sedikit

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.kesehatanmuslim.com

Dampak Overprotektif terhadap Anak

Dampak Overprotektif terhadap Anak


Apakah Anda selalu mengatur apa saja yang harus anak lakukan saat ia sedang bermain? Atau memastikan ia tidak terjatuh saat berlari-lari di taman? Atau menyodorkan minuman setiap kali ia kelelahan?

Jika Anda menjawab ya, berarti Anda termasuk dalam helicopter parent. Ciri-ciri helicopter parent adalah kecenderungan untuk selalu berputar-putar di sekitar anak mereka dan siap sedia untuk membantu setiap kali anak mengalami kesulitan atau kekecewaan. Sebenarnya, ini mirip dengan sikap overprotective. Memang, tidak ada orangtua yang tidak ingin melindungi anaknya.

Namun, sikap ini ternyata mempengaruhi karakter anak di masa depan. Ia terbiasa untuk diurusi segala sesuatunya sehingga tidak tahu harus berbuat apa ketika menghadapi masalah. Si kecil akan tumbuh menjadi anak yang rentan stress. Bagaimana mungkin ia akan belajar bangkit jika tak pernah merasakan jatuh?

Tren pengasuhan anak yang sekarang banyak dilakukan oleh orangtua justru kebalikannya: The Anti-Helicopter Parenting. Biarkan si kecil menikmati masa anak-anaknya tanpa perlu terus menerus diatur. Anak-anak akan mempelajari apa yang mereka butuhkan, dengan cara mereka sendiri, tentunya dengan panduan (bukan campur tangan) dari Anda sebagai orangtuanya.

Masih ‘berputar-putar’ di atas anak? Ini 3 cara untuk berubah menjadi The Anti-Helicopter Parent:

1. Jangan micromanage  setiap aktivitas anak. Tahan diri Anda sejenak untuk tidak mengurus semua kebutuhan anak. Menakutkan? Mungkin iya. Namun, dengan begitu ia akan belajar mandiri.

2. Terbiasa mengatur jadwal harian seluruh anggota keluarga? Sesekali bebaskan mereka untuk mengatur jadwalnya sendiri tetapi sisihkan satu waktu untuk bersama-sama berada di rumah.

3. Tunggu 15 menit sebelum Anda memperbaiki segala sesuatu, entah mainan yang rusak atau remahan makanan yang berceceran. Siapa tahu anak ternyata menemukan cara sendiri untuk membereskannya.