Waktu dan Tempat yang Baik untuk Bershalawat
Al-Khâtib di dalam kitab Syarh al-Minhâj, dan yang lainnya, berkata:
“Disunnahkan memperbanyak membaca Surah Al-Kahfi dan shalawat atas Nabi Saw. pada hari Jumat dan malam Jumat; paling sedikit, untuk yang pertama tiga kali dan untuk yang kedua tiga ratus kali.”
Sementaraa itu, telah sah riwayat yang bersumber dari Imam Al-Syâfi’i r.a., yang mengatakan bahwa, barang-siapa yang membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat, ia akan diterangi oleh cahaya yang ada di antara dua Jumat.
Diriwayatkan pula bahwa barangsiapa yang membaca Surah Al-Kahfi pada malam Jumat, ia akan diterangi oleh suatu cahaya antara dirinya dan Kabah. Membaca Surah Al-Kahfi di waktu siang lebih di-utamakan, dan lebih utama lagi bila ia dibaca sesudah selesai mengerjakan salat subuh, guna menyegerakan berbuat baik sebisa-bisanya.
Hikmah diperintahkannya membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jum’at adalah karena didalam Surah itu Allah menggambarkan suasana Hari Kiamat, sementara hari Jum’at mirip dengan Hari Kiamat, karena orang banyak berkumpul untuk melaksanakan salat bersama-sama; juga karena Hari Kiamat itu terjadi pada hari Jum’at, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahih-nya.
Ramli mengatakan bahwa anjuran supaya memperbanyak pembacaan shalawat pada malam dan hari Jum’at itu didasarkan pada hadis yang berbunyi, “Sesungguhnya hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat. Oleh karena itu, perbanyaklah kalian membaca shalawat atasku, sebab shalawat yang kalian baca itu diperlihatkan kepadaku.”
Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya semua amal itu diangkat pada hari Senin dan hari Kamis. Oleh karena itu, aku berhasrat agar amalku diangkat sementara aku dalam keadaan berpuasa.”
Tentang hadis di atas, Al-Manawi, di dalam kitab Syarh Al-Jamî al-Shghîr; permulaan jilid III, berkata, “Disyariatkan berkumpul untuk membaca shalawat atas Nabi Saw. pada malam Jumat dan malam Senin, sebagaimana yang dikerjakan di masjid Jami’ Al-Azhar dan disuarakan dengan suara yang keras.”
Dikatakan bahwa shalawat atas Nabi Saw. itu sudah mencakup doa di dalamnya.
Ibn Marzûq berkata, “Malam Jumat lebih utama dan malam Qadar.”
Jamâl kembali menyatakan bahwa disunnahkan membaca Surah Ali ‘Imrân atas dasar hadis, “Barangsiapa yang membaca Surah Ali ‘Imrân pada hari Jumat, niscaya dosa-dosanya ikut terbenam dengan tenggelamnya matahari pada hari itu.”
Hikmahnya, kata Jamâl, adalah karena Allah menyebutkan di dalam surah itu penciptaan Nabi Adam a.s., sedangkan Adam a.s. diciptakan pada hari Jumat.
Disunnahkan juga membaca Surah Hûd dan Hâ Mîm Dukhân. Namun, bagi mereka yang hanya ingin memilih salah satu dari surah-surah yang disebutkan di atas, hendaklah ia memilih Surah Al-Kahfi karena banyaknya hadis yang meriwayatkannya
Adapun hadis-hadis lain yang menjelaskan waktu-waktu tertentu untuk membaca shalawat sebagai berikut:
Pertama, sesudah adzan.
Rersabda Rasulullâh Saw.Artinya: “Apabila kamu mendengar muadzin membacakan adzan, sambutlah ucapannya. Sesudah selesai menyambut adzan, maka bershalawatlah kamu untukku.”(HR. Muslim)
Nabi Saw. bersabda:
Kedua, ketika hendak masuk ke dalam mesjid dan ketika hendak keluar daripadanya.
Rersahda Rasulullah Saw.:
Diberitakan oleh Ibn Al-Sunnî, bahwa Rasulullah apabila masuk ke dalam mesiid. maka beliau membaca:
Dan apabila beliau hendak keluar dari mesiid, maka beliau membaca
Ketiga, sudah membaca tasyahhud di dalam tasyahhud akhir.
Telah ditahqikkan oleh Al-Imâm Ibn Al-Qayyim dalam Jalâ’u al-Afhâm, bahwa madzhab yang haq dalam soal bershalawat dalam tasyahhud yang akhir, ialah madzhab Al-Syâfi’i. Yaitu mewajibkan shalawat kepada Nabi di dalamnya. Al-Imam Ibn Al-Qayyim berpendapat, bahwa shalawat itu dituntut juga di dalam tasyahhud yang pertama, walaupun tidak sekeras tuntutan seperti di dalam tasyahhud yang akhir.
Bersabda Rasulullah Saw.:
Keempat, di dalam sembahyang jenazah.
Berkata Al-Syâfi’i di dalam Al-Musnad: “Sunnah Nabi Saw. di dalam melaksanakan sembahyang jenazah ialah, bertakbir pada permulaannya, sesudah itu membaca Al-Fâtihah dengan tidak mengeraskan suara, kemudian sesudah takbir kedua membaca shalawat, sesudah bershalawat bertakbir lagi, takbir yang ketiga. Sesudah takbir yang ketiga ini membaca doa dengan sepenuh keikhlasan untuk jenazah itu. Dalam sembahyang jenazah tidak dibacakan surah (ayat-ayat Al-Quran). Sesudah itu bertakbir dan lalu memberi salam dengan suara yang tidak dikeraskan.”
Kelima, diantara takbir-takbir sembahyang hari-raya.
Berkata para ulama: “Disukai kita membaca di antara takbir-takbir sembahyang hari-raya:
Keenam, di permulaan doa dan di akhirnya.
Bersabda Rasulullah Saw.:
Fadlalah Ibn ‘Ubadi berkata: “Bahwasanya Rasulullah Saw. mendengar seorang laki-laki langsung berdoa dalam sembahyang (yakni dalam duduk tahiyat sesudah membaca tasyahhud), sebelum ia bershalawat. Maka Rasulullah berkata kepada orang yang di sisinya: Orang ini telah bergegas-gegas. Sesudah orang itu selesai sembahyang, Nabipun memanggil lalu mengatakan kepada-nya: Apabila bersembahyang seseorang kamu dan hendak berdoa di dalamnya, hendaklah ia memulai doanya dengan memuji Allah dan membesarkan-Nya. Sesudah itu bershalawat kepada Nabi Sesudah bershalawat, barulah mendoa memohon sesuatu yang dihajati.” (HR. Abû Dâud dan Al-Nasâ’i).
Telah mufakat semua ulama, bahwa amat disukai memulai doa dengan memuji Allah (membaca Alhamdulillah). Di dalam sembahyang, maka tasyahhud adalah menggantikan kalimah puji (hamdalah). Sesudah memuji Tuhan bershalawat.
Demikian pula halnya ketika mengakhiri doa. Amat disukai kita mengakhirinya dengan shalawat dan memuji Allah.
Ketujuh, ketika hendak memulai sesuatu urusan penting dan berharga.
Diberitakan oleh Abû Hurairah, bahwa Nabi Saw. bersabda:
Pengarang Syarah Dalâ’il, –menukil pernyataan yang diberikan oleh Qâdhi ‘Iyâdh di dalam kitabnya Al-Syifâ’–mengatakan bahwa maksud pembacaan shalawat dalam pembukaan segala sesuatu itu adalah untuk bertabaruk (memohon berkah), sesuai dengan sabda Nabi Saw., “Setiap perbuatan penting yang tidak dimulai dengan menyebut nama Allah dan bershalawat kepadaku niscaya kurang sempurna.”
Juga didasarkan atas firman Allah Swt. di dalam surah Al-Insyirah ayat 4, yang berbunyi:
Tentang maksud ayat ini, sebagian ahli hadis meriwayatkan sebuah hadis dari salah seorang sahabat, yakni Abû Sad r.a., bahwa makna ayat tersebut adalah, “Tidaklah Aku (Allah) disebut, melainkan engkau (Muhammad) pun disebut pula hersama-Ku.”
Memenuhi sebagian hak Rasulullah Saw., sebab beliau adalah perantara antara Allah Saw. dan hamba-hamba-Nya. Semua nikmat yang diterima oleh mereka -termasuk nikmat terbesar berupa hidayah kepada Islam- adalah dengan perantara dan melalui Rasulullah Saw.
Di dalam salah satu hadis, Rasulullah Saw. Bersabda, “Belumlah bersyukur kepada Allah orang yang tidak ber-terima kasih kepada manusia.”
Memelihara perintah Allah Swt. yang dituangkannya di dalam firman-Nya yang berbunyi:
Kedelapan, di akhir qunut
Diriwayatkan oleh Al-Nasâ’i, bahwa disukai kita mengakhiri qunut dengan shalawat. Tegasnya, disukai supaya kita bershalawat di akhir Qunut dengan kalimah:
Kesembilan, di malam dan hari Jumat.
Bersabda Rasulullah Saw. :
Dan sabdanya pula;
Al-Ustâdz Mahmûd Sâmi dalam karyanya Mukhtashar fi Ma’ânî Asmâ Allah al-Husnâ, bâbu al-Shalâh ‘alâ al-Nabi, menceritakan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azîz r.a. pernah menulis, “sebarkanlah ilmu pada hari Jumat, sebab bencana ilmu itu adalah lupa. Perbanyaklah pula kalian membaca shalawat atas Nabi Saw. pada hari jumat.
Sementara Imam Al-Syâfi’i r.a. Berkata, “Aku suka memperbanyak membaca shalawat dalam setiap keadaan. Namun, pada malam dan hari Jumat lebih aku sukai, karena ia merupakan hari yang paling baik.
Kesepuluh, di dalam khutbbah.
Menurut madzhab Al-Syâfi’i, para khatib wajib membaca shalawat untuk Nabi Saw. pada permulaan khuthbah, sesudah membaca tahmid.
Ibnu Katsîr herkata: “demikianlah madzhab Al-Syâfi’i dan Ahmad.”
Kesebelas, ketika berziarah ke kubur Nabi Saw.
Bersabda Nabi Saw.
Kedua belas, sesudah bertalbiyah.
Berkata Muhammad Ibn Al-Qasim:
Ketiga belas, ketika telinga mendenging.
Bersabda Rasulullah Saw :
Keempat belas, tiap-tiap mengadakan majlis.
Bersabda Ralulullah Saw :
Kelima belas, di kala tertimpa kesusahan dan kegundahan.
Diberitakan oleh Ubay Ibn Ka’ab, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw. ujarnya: “Ya Rasulallah, bagaimana pendapat engkau sekiranya saya jadikan shalawat saya untuk engkau semua?
Rasulullah Saw. menjawab :
“Kalau demikian Allah akan memelihara engkau dari segala yang membimbangkan engkau, baik mengenai dunia, maupun mengenai akhirat engkau. “(HR. Ahmad).
Keenam belas, tiap-tiap waktu pagi dan petang.
Bersabda Rasululullah Saw:
Ketujuh belas, waktu berjumpa dengan para shahabat, handai dan tolan.
Besabda Rasulullah Saw :
Kedelapan belas. ketika Orang menyebut nama Rasulullah Saw.:
Inilah delapan belas tempat atau waktu yang ditentukan supaya kita bershalawat kepada Nabi, ketika kita berada pada tempat, waktu atau keadaan itu. Maka marilah kita wahai para pencinta Rasul, bershalawat kepadanya pada tempat-tempat, waktu-waktu dan keadaan-keadaan tertentu dengan sebaik-baiknya.
Kemudian kita perhatikan makna hadis yang tersebut di bawah ini. Bersabdalah Rasulullah Saw :
Sebagai tanda mencintai Rasulllah Saw. itu, ialah: memperbanyak shalawat kepadanya. Dan marilah kita ber-shalawat kepadanya dengan khusyu’ dan khudlu’, terlepas dari riya. Karena sealawat yang dilakukan dengan riya, tiadalah diridlai oleh Allah dan tiada pula diterima-Nya.