Apa Itu
Suwuk & Apa Hukum Suwuk??? Apa Itu Suwuk & Apa Hukum Suwuk??? sudah
pasti tidak asing dengan istilah Suwuk, masyarakat kita juga telah lama
mengenal pengobatan penyakit melalui doa-doa yang disebut suwuk.
Bagaimanakah
hukum pengobatan dengan cara suwuk? Sesungguhnya di dalam al-Qur’an telah
dijelaskan:
idz qaala allaahu yaa 'iisaa ibna maryama udzkur
ni'matii 'alayka wa'alaa waalidatika idz ayyadtuka biruuhi alqudusi tukallimu
alnnaasa fii almahdi wakahlan wa-idz 'allamtuka alkitaaba waalhikmata waalttawraata
waal-injiila wa-idz takhluqu mina alththhiini kahay-atialththhayri bi-idznii
fatanfukhu fiihaa fatakuunu thayran bi-idznii watubri-u al-akmaha waal-abrasha
bi-idznii wa-idz tukhriju almawtaabi-idznii wa-idz kafaftu banii israa-iila
'anka idz ji/tahum bialbayyinaati faqaala alladziina kafaruu minhum in haadzaa
illaa sihrun mubiinun 110.
(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai 'Isa
putra Maryam, ingatlah ni'mat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku
menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di
waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku
mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu
kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku,
kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang
sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang
yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan
seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur
(menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani
Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada
mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka
berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata". Tentang
pengobatan dengan menggunakan suwuk ini pernah ditanyakan pada Rasulullah dalam
sebuah hadits berikut : عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كُنَّا نَرْقِى فِى الْجَاهِلِيَّةِ
فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِى ذَلِكَ فَقَالَ « اعْرِضُوا
عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا ». (سنن أبى دا
ود,جز 1, 230) Dari ‘Auf bin Malik berkata, bahwasannya kami mengobati penyakit
dengan menggunakan suwuk pada zaman jahiliyah, lalu kami bertanya kepada Rasul,
wahai Rasul bagaimana pendapat anda tentang hal tersebut? Rasul menjawab,
hadapkanlah suwuk-suwuk kalian kepadaku, sesungguhnya hal itu tidak
membahayakan selama kalian tidak syirik (menyekutukan Allah Swt.). (Sunan Abi
Dawud, juz I, hal. 230)
Diceritakan dalam sebuah hadits Sunan Abi Dawud,
mengenai pengalaman para sahabat Nabi yang telah melakukan pengobatan dengan
suwuk : عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَهْطًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ
-صلى الله عليه وسلم- انْطَلَقُوا فِى سَفْرَةٍ سَافَرُوهَا فَنَزَلُوا بِحَىٍّ
مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ فَهَلْ
عِنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ شَىْءٌ يَنْفَعُ صَاحِبَنَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ
نَعَمْ وَاللَّهِ إِنِّى لأَرْقِى وَلَكِنِ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَأَبَيْتُمْ أَنْ
تُضَيِّفُونَا مَا أَنَا بِرَاقٍ حَتَّى تَجْعَلُوا لِى جُعْلاً. فَجَعَلُوا لَهُ
قَطِيعًا مِنَ الشَّاءِ فَأَتَاهُ فَقَرَأَ عَلَيْهِ أُمَّ الْكِتَابِ وَيَتْفُلُ
حَتَّى بَرَأَ كَأَنَّمَا أُنْشِطَ مِنْ عِقَالٍ. قَالَ فَأَوْفَاهُمْ جُعْلَهُمُ
الَّذِى صَالَحُوهُمْ عَلَيْهِ فَقَالُوا اقْتَسِمُوا. فَقَالَ الَّذِى رَقَى لاَ
تَفْعَلُوا حَتَّى نَأْتِىَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
فَنَسْتَأْمِرَهُ. فَغَدَوْا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
فَذَكَرُوا لَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مِنْ أَيْنَ
عَلِمْتُمْ أَنَّهَا رُقْيَةٌ أَحْسَنْتُمُ اقْتَسِمُوا وَاضْرِبُوا لِى مَعَكُمْ
بِسَهْمٍ ».
Dari Abi Said al Khudzri ra. Bahwasannya sekelompok sahabat Nabi
berangkat melakukan suatu perjalanan, mereka berhenti diperkampungan Arab.
Salah satu dari penduduk tersebut berkata, Sesungguhnya pemimpin kami disengat
kalajengking. Apakah ada di antara kalian yang bisa memberi manfaat (mengobati
pemimpin kami)? Seorang laki-laki dari sahabat menjawab, betul. Demi Allah Swt.
sesungguhnya kami bisa menyuwuk (mengobatinya) tetapi, ketika kami akan
bertamu, kalian malah menolak. Aku tidak akan mengobati, sehingga kalian
memberi gaji (upah). Bayarlah gaji tersebut dengan seekor kambing. Lalu satu
kambing didatangkan. Laki-laki tersebut membaca surat al-Fatihah, kemudian
meniupkan ludahnya sehingga pimpinan itu sembuh, (saking cepatnya) seperti
orang yang terlepas dari tali serban. Abi Said berkata,” mereka menepati janji
dengan memberi gaji (upah).” Lalu para sahabat berkata, “Bagilah (upah
tersebut).” Lelaki tukang suwuk berkata, “Jangan lakukan hal itu sehingga kita
datang kepada Rasul.” Lalu Rasul bersabda, “Dari mana kalian tahu bahwa ummul
kitab bisa dipergunakan untuk menyuwuk? Bagus….kalian, bagilah! Dan aku minta
bagian”. (Sunan Abi Dawud, juz II, hal. 232-233) Dari beberapa penjelasan di
atas, dapat dipahami bahwa mengobati berbagai penyakit dengan do’a-do’a itu
dibenarkan. Dan mengambil ongkos/upah dari pengobatan itu juga diperbolehkan.
Batasan Praktik Orang-orang Pintar (Dukun) Dilarang praktiknya orang-orang
pintar (dukun) dikarenakan dalam praktiknya menggunakan sihir yang jelas
bertentangan dengan syari’at Islam, yakni terdapat kemusyrikan yaitu
menggunakan perantara jin dan setan, serta menimbulkan bahaya pada orang lain.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ
« إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ ». (سنن ابى داود رقم 3385)
Dari Abdullah Ia pernah mendengar bahwa Rasulullah bersabda: sesungguhnya suwuk,
zimat, dan sihir adalah syirik. (Sunan Abi Dawud, hal. 3385) Dibenarkan
praktiknya orang-orang pintar (dukun) dengan tiga ketentuan yang harus
diperhatikan yaitu: Pertama, amalan, hizib, azimat atau yang semisalnya harus
menggunakan kalam Allah Swt. Kedua, menggunakan bahasa yang dapat dipahami
maknanya. Ketiga, meyakini semua hanya sebatas ikhtiar serta keberhasilan yang
terwujud atau semua kejadian yang terjadi semata karena takdir Allah Swt.
وَسُئِلَ بَعْضُهُمْ عَنْ رَجُلٍ صَالِحٍ يَكْتُبُ لِلْحَمَى وَ يَرْقَى
وَيَعْمَلُ النَّشْرَةَ وَيُعَالِجُ اَصْحَابَ الصَّرْعِ وَالْجُنُوْنِ
بِأَسْمَاءِ اللهِ وَالْخَوَاتِمِ وَاْلعَزَائِمِ وَيَنْتَفِعُ بِذَالِكَ مِنْ
عَمَلِهِ وَلاَ يَأْخُذُ عَلَى ذلِكَ اَلْاُجُوْرَ هَلْ لَهُ بِذلِكَ اَجْرٌ
اَمَّا الْكُتُبُ لِلْحَمَى وَالرَّقِى وَالنَّشْرُ باِلْقُرْأَنِ
وَبِالْمَعْرُوْفِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ فَلاَ بَأْسَ بِهِ اهـ (فتاوى حاشية ص 88)
Sumber: Fiqih Galak Gampil, Penerbit Madrasah Diniyah
Mu’allimin Mu’allimat Darut Taqwa Pasuruan